Hot Borneo

Jelang Sidang, Korban Pemerkosaan Polisi di Banjarmasin Gandeng LPSK

apahabar.com, BANJARMASIN – Sidang perdana gugatan perdata kasus pemerkosaan VDPS (22) oleh Bayu Tamtomo digelar, Rabu…

VDPS (tengah) saat pengisian formulir ke LPSK. Foto: Pazri untuk apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Sidang perdana gugatan perdata kasus pemerkosaan VDPS (22) oleh Bayu Tamtomo digelar, Rabu (30/3) besok.

Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin menjadwalkan sidang dengan nomor perkara 33/Pdt.G/2022/PN.Bjm itu dimulai pukul 09.00 Wita.

"Sidang pendahuluan, kalau lengkap para pihak diwakili kuasanya masing-masing maka langsung mediasi," kata kuasa hukum VDPS, M Pazri dihubungi apahabar.com, Selasa (29/3).

Dalam menghadapi sidang perdana, tim advokat Borneo Law Firm (BLF) akan menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Hal tersebut bertujuan untuk mendapat upaya hukum lanjutan. "Saat ini masih proses, belum ada konfirmasi dari LPSK," ujar Pazri.

Gugatan sudah dilayangkan sejak 16 Maret lalu. Gugatan itu sebagai bentuk ikhtiar VDPS mencari keadilan atas pemerkosaan yang telah dilakukan Bayu Tamtomo, sekalipun mantan Bripka itu sudah dipecat dan divonis 2 tahun 6 bulan penjara.

Dasar pertimbangan BLF menggugat secara perdata, sebab VDPS mengalami trauma berat atas kejadian tersebut dan mengharuskan rutin berobat ke dokter psikiater dan meminum obat.

Infografis: apahabar.com/Dhea

Imbas insiden nahas itu, Pazri berkata kliennya jelas saja mengalami kerugian secara materiil. Biaya pengobatan masih ditanggung sendiri oleh VDPS.

"Hingga sampai saat ini VDPS masih dalam pengobatan rawat jalan dengan biaya pengobatan sendiri," kata Pazri.

Selain itu, gugatan juga diajukan sebagai upaya akan adanya peninjauan kembali (PK) pidana oleh Jaksa.

Seperti diketahui, vonis 2 tahun 6 bulan terhadap mantan Bripka itu awalnya memang dinilai ringan.

Dakwaan Pasal 286 KUHP oleh JPU yang dinilai tak berpihak pada korban.

Tim Advokasi Keadilan berpendapat harusnya JPU mencantumkan Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan dengan ancaman hukuman yang lebih berat.

Penyidik dan JPU tidak menggunakan ketentuan Pasal 89 KUHP yang merupakan perluasan makna "kekerasan" dalam Pasal 285 KUHP. Ancamannya yakni penjara paling lama 12 tahun. Terlebih, pelaku merupakan aparat penegak hukum.

Di sisi lain, biaya berobat yang ditanggung VDPS memang tidak murah. Sekali berobat, ia harus merogoh kocek tak kurang Rp1 juta. Hitung-hitungan kasarnya, VDPS harus menanggung biaya pengobatan sebesar Rp12 juta bila menjalani perawatan rutin selama setahun.

Surat ‘Cinta’ Korban Pemerkosaan Polisi Banjarmasin untuk Aparat Penegak Hukum