Sejarah Dunia

Jelajah Waktu: Pembunuhan Sadis Mahatma Gandhi

Tepat tertanggal 30 Januari 1948, sekira pukul lima sore, Mahatma Gandhi melintasi Birla House menuju halaman pertemuan doa malam.

Mahatma Gandhi sang Tokoh Perdamaian India. Foto: Net.

apahabar.com, JAKARTA - Tepat tertanggal 30 Januari 1948, sekira pukul lima sore, Mahatma Gandhi melintasi Birla House menuju halaman pertemuan doa malam.

Langkahnya tertatih lemas, dia tak kuasa berdiri di kaki sendiri sampai-sampai mesti dipapah dua keponakannya.

Maklum, pria yang kala itu berusia 78 tahun sudah sekian hari berpuasa. Saumnya itu ditujukan agar umat Hindu, Sikh, Parsis, Kristen, juga Muslim di seluruh India hidup bersama dalam cinta kasih.

“Kematian, bagiku, akan menjadi pembebasan yang mulia daripada harus menjadi saksi yang tak berdaya atas kehancuran India, Hindu, Sikhisme, dan Islam,” begitu tekadnya ketika diminta sejumlah pihak untuk membatalkan puasa. Ya, Gandhi rela mati dalam puasanya.

Prinsip Gandhi yang demikian lambat laun luluh juga. Sebelum dirinya memimpin doa malam, sang tokoh perdamaian di India meminta sahabatnya, Parchure Shastri, untuk membuatkan segelas jus.

Jus itu, mirisnya, menjadi santapan terakhir yang ditenggak Gandhi sebelum nyawanya dihabisi dengan brutal.

Tembakan Disambut Salam dan ‘Ram’

Ketika Gandhi hampir sampai di panggung tempatnya memimpin doa malam, seorang lelaki mengenakan jaket berwarna khaki dan celana panjang biru, mendekatinya.

Dialah Nathuram Vinayak Godse, anggota fanatik dari partai sayap kanan, Hindu Mahasabha.

Ekstremis yang kala itu berusia 38 tahun hanya berjarak lima kaki dari Gandhi. Sang pencetus gerakan Satyagraha ini lantas menyambutnya dengan salam. Bahkan, menurut beberapa versi cerita, Gandhi sempat berbicara dengannya.

Nahas, ramah tamah Gandhi dibalas desingan pistol otomatis Beretta. Tiga peluru bersarang di dada, perut, dan selangkangan Gandhi.

Perlahan-lahan tubuhnya nan lemah merosot ke tanah, namun kedua tangannya tetap berada dalam sikap salam Hindu.

Dengan posisi kedua tangan berada di depan wajah, Gandhi merintih. “Ram, Ram,” ucapnya mengingat nama Tuhan dengan suara lemah. Nyawanya tak tertolong; dia berpulang setengah jam kemudian, atau sekira pukul 05.40 sore waktu setempat.

Siasat Pembunuhan lantaran Beda Pandangan

Pria yang menembak Gandhi, Nathuram, sontak jadi bulan-bulanan massa. Setelah ditelisik lebih lanjut, rupanya aksi pembunuhan tersebut dilancarkan karena tak setuju dengan sikap moderat Gandhi, seperti memperjuangkan doktrin anti-kekerasan dan mendukung berpisahnya Pakistan dari India.

Partai yang didukungnya, Hindu Mahasabha, sebelumnya memang gencar menuduh Gandhi mengkhianati para pemeluk Hindu lantaran dianggap terlalu pro-Muslim serta bersikap lunak terhadap Pakistan.

Meski tak lagi bernapas di dunia, Gandhi dikenal sebagai Mahatma atau "jiwa yang agung" selama masa hidupnya.

Metode pembangkangan sipil yang dilakukan pria kelahiran 1869 ini bahkan memengaruhi para pemimpin gerakan hak-hak sipil di seluruh dunia, terutama Martin Luther King, Jr. di Amerika Serikat.