Jelajah Kisah ‘Fathu Makkah’, Jejak Perang di Bulan Ramadan

Fathu Makkah atau Pembebasan Makkah merupakan salah satu peristiwa sejarah penting yang terjadi saat bulan suci Ramadan.

Makkah pada zaman dulu. Foto: Islami Tour.

apahabar.com, JAKARTA - Fathu Makkah atau Pembebasan Makkah merupakan salah satu peristiwa sejarah  yang terjadi saat bulan suci Ramadan.

Peristiwa ini digambarkan Prof Ali Muhammad Ash Shallabi dalam bukunya yang berjudul "Ketika Rasulullah Harus Berperang".

Dalam buku itu disebutkan sebuah pasukan beranggotakan delapan orang diberangkatkan terlebih dulu.

Pasukan ini ditugaskan untuk berangkat ke lembah Idham, yang mana membuat banyak orang bertanya-tanya.

Pasukan ini berada di bawah pimpinan Abu Qatadah dan membuat orang-orang berasumsi jika mereka akan menyerang Thaif.

Padahal, mereka sengaja diarahkan Nabi Muhammad untuk mengecoh kaum Quraisy tentang rencana besar ini.

Rencana ini disebut hampir saja bocor. Hathib bin Abu Balta'ah menulis surat untuk dikirimkan ke penduduk Makkah melalui tangan seorang perempuan, yang isinya mengabarkan keberangkatan Rasulullah kepada mereka.

Rasulullah SAW pun mengirim Ali bin Abu Thalib, Zubair dan Al-Miqdad untuk menangkap perempuan itu di Raudhah Khak, yang jaraknya 12 mil dari Madinah.

Utusan itu mengancam akan memeriksa perempuan itu jika tidak menyerahkan surat tersebut. Alhasil, dia tunduk kemudian mengeluarkan surat yang disimpan di pakaiannya untuk diserahkan kepada mereka.

Pasukan pun terus bergerak, yang mana ketika mendekati Makkah sepuluh ribu obor dinyalakan. Ketika sampai Marr Azh Zhahran, tempat pasukan Muslimin beristirahat dan makan malam, Abu Sufyan berkata, "Aku belum pernah melihat api dan pasukan seperti malam ini."

Badil bin Warqa, yang ikut menyertai Abu Sufyan mencari kabar tentang kehadiran kaum Muslimin menjawab, "Demi Allah, ini Khuza'ah yang terbakar perang." Abu Sufyan menjawab, "Khuza'ah lebih kecil dan lebih hina dari pasukan ini."

Abu Sufyan lantas menemui Rasulullah SAW pada keesokan paginya. Dia lantas menyatakan keislaman di hadapan nabi dan pamanda Abbas bin Abdul Muthalib.

Sadar bahwa Abu Sufyan, yang menjadi tokoh kunci kaum Quraisy ini merupakan tokoh yang menyukai kebanggaan, Rasul lantas memberikan kehormatan kepada Abu Sufyan atas saran Abbas.

"Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan, dia aman. Barang siapa menutup pintunya, dia aman. Dan barang siapa memasuki Masjidil Haram, dia aman," ucap Nabi.

Setelahnya, pasukan yang berangkat bersama Nabi menjadi itu tak tertahan. Dari tiga penjuru, kaum Muslimin berhasil menguasai Makkah tanpa kecuali.

Terlihat ada perlawanan dari Ikrimah bin Abu Jahal yang berhasil menggalang sekutu di sebuah daerah bernama Khandamah. Namun, kekuatan mereka tak bisa menandingi keperkasaan Khalid bin Walid yang memimpin pasukan penyisir di sekitar lembah.

Mereka yang melakukan perlawanan ini lari tunggang langgang. Ikrimah yang berhasil lari ke Yaman, kemudian kembali untuk menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah.

Rasulullah SAW sampai di Makkah dengan sikap penuh tawadhu. Sampai-sampai, dagunya hampir menyentuh dada.

Dengan segala kerendahan hati, dengan air mata di pipi, tanda syukur pada Ilahi, beliau memasuki Kota Suci. Setelah mandi pagi di rumah sepupunya, Ummu Hani, delapan rakaat salat dhuha pun beliau jalani.

Lalu, beliau menuju Ka'bah, bertawaf tujuh kali. Selesai tawaf, dibukanya pintu Ka'bah dan dicampakkannya gambar para malaikat dan nabi-nabi, dihancurkannya berhala-berhala di sekelilingnya.

Ketika itu, dia membacakan firman Allah dalam QS al-Isra:81. "Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sungguh yang batil itu pasti lenyap."

Nabi pun membacakan ayat lain yang tertera dalam QS Saba:49. "Kebenaran itu telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) mengulangi."

Setelahnya, Nabi menyuruh Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan adzan. Mendengarnya, semua tertunduk khusyuk dan mendengarkannya penuh makna. Pengampunan umum diberikan kepada penduduk Makkah.

Pasca kejadian itu, amnesti dikeluarkan dengan melepas kenangan betapa hebat siksaan yang diterima Rasulullah SAW dan para sahabat pada awal masa kerasulan.

Kenangan pahit saat Nabi yang mulia dikejar-kejar kaum Quraisy hingga harus bersembunyi di Gua Tsur, intimidasi kepada para sahabat hingga menyebabkan mereka tewas hingga blokade ekonomi yang dilakukan kepada kaum Muslimin.

Semua peristiwa itu seakan dilupakan Nabi Muhammad dan para pengikutnya ketika Fathu Makkah tiba.

Amnesti dikeluarkan pada saat penduduk Makkah berkumpul di dekat Ka'bah. Mereka menunggu hukum keputusan Rasulullah terkait nasib mereka.

Rasulullah pun bertanya, "Menurut dugaan kalian, apakah yang akan aku lakukan terhadap kalian? Mereka menjawab, "Dugaan kami adalah baik karena engkau adalah saudara yang mulia dan anak orang mulia."

Rasulullah kemudian bersabda sambil mengutip firman Allah SWT. "Pada hari ini, tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian." (QS Yusuf: 92).  Rakyat Makkah pun mendapatkan jaminan keamanan dari hukuman mati, tidak menjadi tawanan, harta bergerak ataupun harta tidak bergerak tetap menjadi milik mereka dan mereka terhindar dari hukum membayar kharraj (pajak).