Sejarah Magelang

Jejak Kampung Tulung dan Kisah 42 Pribumi yang dibantai Jepang

Kampung yang berada tak jauh dari pusat kota itu pernah menjadi tempat pembantaian pribumi Indonesia yang dilakukan tentara Jepang.

Eks Markas BKR Kampung Tulung (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, MAGELANG - Magelang adalah kota yang menyimpan saksi sejarah kemerdekaan Indonesia. Banyak jejak sejarah kemerdekaan yang tertera di kota ini. 

Sekilas, tiap kawasannya memang lebih didominasi bangunan bernuansa Eropa, namun ternyata, yang menjadi saksi berkibarnya merah putih banyak juga.

Salah satu kawasan sejarah yang juga menyimpan cerita kelamnya perjuangan Bangsa Indonesia di Kota Magelang adalah Kampung Tulung.

Kampung yang berada tak jauh dari pusat kota itu pernah menjadi tempat pembantaian pribumi Indonesia yang dilakukan tentara Jepang.

Pembantaian tersebut dilakukan Jepang lantaran terpancing emosi mendengar kabar dari Inggris, bahwa tentaranya yang ada di Magelang dibunuh oleh pejuang Indonesia.

Rumah di Kampung Tulung yang menjadi markas BKR masih asli (Apahabar.com/Arimbihp)

Kronik pembantaian Kampung Tulung

Sejarawan sekaligus pegiat Mlaku Magelang, Gusta Wisnu Wardhana, Sabtu (31/9) menjelaskan, sejak mendengar kabar tersebut, pada kisaran Oktober 1945, 7 truk tentara Kido Butai yang bermarkas di Jatingaleh Semarang, datang ke Magelang.

Namun, para tentara itu turun di kawasan utara Kota Magelang, tepatnya di Payaman.

Baca Juga: Mengenang G30S PKI dan Kiprah Ahmad Yani Sang Juru Selamat Magelang

"Mereka terpecah menjadi dua kelompok, satu ke arah kota dan yang kedua menuju Kalibening dan menyusuri saluran buatan itu menuju ke selatan Magelang," ujar Gusta.

Tak disangka, target penyerangan kelompok kedua adalah dapur umum dan markas Badan Keamanan Rakyat (BKR), tepatnya di rumah Lurah Atmo Pawiro, Kampung Tulung, Kota Magelang.

Masyarakat yang kala itu sedang memasak serta mengobati para pejuang tak menaruh curiga. Sebab, ada juga warga Jepang yang turut terlibat membantu Indonesia.

"Tanpa aba-aba para tentara Jepang menyerang membabi buta tiba-tiba ke Kampung Tulung," tuturnya.

Gusta menuturkan, serangan tak terduga itu mengakibatkan 42 korban pemuda dan rakyat.

Monumen Kampung Tulung Magelang (Apahabar.com/Arimbihp)

"16 orang dari 42 warga yang diserang  adalah warga Kampung Tulung dan Kampung Dukuh," kata Gusta.

Menurut Gusta, untuk mengenang 16 korban yang merupakan warga setempat, nama mereka diabadikan di Monumen Perjuangan Republik Indonesia di Kampung Tulung.

Mereka adalah Sopawiro, RE Doeradjat, Lusi, Moechamad, Atmoroto, Karso Pawiro, Imam Sjamsuri, Safi’I, Amat Dasinan, Karto Lichin Soemardjo, Seto, Aladin, Karto Pawiro, Roesmin, dan perempuan bernama Amat.

Sebagai informasi, Monumen Kampung Tulung berada tepat di pintu masuk kawasan tersebut.

Baca Juga: Susuri Jejak Eks Panti Asuhan Oranje Nassau Berusia 2 Abad di Magelang

Selain 16 orang itu, lanjut Gusta, masih ada 26 korban yakni pemuda pejuang yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Namun, para pejuang BKR yang tewas dalam insiden pada 28 Oktober 1945 tersebut tidak diketahui namanya.

Gusta menceritakan, kala itu para korban sempat dikebumikan di halaman Lurah Atmo Pawiro yang bernama Nyonya Suroyo. Namun sekarang berganti pemilik.

"Setelah itu, jenazah para korban kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Giri Dharmoloyo Magelang,” pungkasnya.