Kalsel

Jarang Mati, Alasan Asuransi Peternakan Kurang Dilirik

apahabar.com, MARABAHAN – Sama seperti Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), keberadaan Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K)…

Dari ribuan ekor, baru ratusan sapi di Barito Kuala yang diikutkan asuransi peternakan. Foto-Istimewa

apahabar.com, MARABAHAN – Sama seperti Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), keberadaan Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K) di Barito Kuala juga kurang dilirik.

AUTS/K diluncurkan Kementerian Pertanian (Kementan) sejak 2017. Sama seperti AUTP, asuransi peternakan ditangani Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).

Peternak yang tergabung dalam Sentra Peternakan Rakyat (SPR) hanya diwajibkan membayar Rp40 ribu per ekor dalam setahun.

Sapi yang diasuransikan minimal berusia 1 tahun dan berjenis kelamin betina. Pengasuransian sapi betina sendiri berhubungan dengan usaha pengembangan.

Sedianya, premi yang dikenakan adalah sebesar Rp200 ribu per ekor dalam setahun. Namun Pemerintah memberikan subsidi sebanyak Rp160 ribu.

Sedangkan ganti rugi akibat penyakit, beranak, kecelakaan dan sapi hilang akibat pencurian, bernilai Rp10 juta per ekor.

Sayangnya, hal itu belum dimanfaatkan peternak. Dari 8.557 ekor sapi di Batola dan sepertiga di antaranya indukan, baru sekitar 207 ekor yang diasuransikan.

“Peternak kurang meminati asuransi, karena kebetulan hewan mereka jarang mati, terutama yang sudah berusia 1 tahun ke atas,” papar Kasi Bina Usaha Peternakan Dinas Perkebunan dan Peternakan Batola, Widianto, Rabu (27/11).

“Memang kematian lebih banyak dialami pedet. Namun demikian, risiko tetap tidak bisa ditebak, terutama dalam kasus kehilangan,” imbuhnya.

Situasi di Batola segaris dengan pencapaian AUTS/K nasional. Tercatat sepanjang 2018, hanya 88.673 ekor sapi dan kerbau yang diasuransikan dari target 120.000 ekor.

Sedangkan target nasional 2019 ditingkatkan menjadi 150.000 ekor. Hingga September 2019, sudah terealisasi sebanyak 67.066 ekor atau 55,8 persen.

Selain ganti rugi, peternak Batola yang mayoritas memelihara jenis sapi Bali juga mendapatkan keuntungan ekonomis.

“Biasanya sapi Bali yang belum berumur 1 tahun, tidak sampai berharga Rp10 juta. Berbeda dengan sapi putih dengan usia yang sama,” papar Widianto.

Demi mensosialisasikan AUTS/K, peternak yang tergabung dalam SPR diwajibkan mengikuti asuransi serta mempertahankan induk betina sampai usia 5 tahun.

Sebagai sentra pengembangan sapi Bali di Batola, Kecamatan Wanaraya memiliki sekitar 27 kelompok, kemudian Barambai 12 kelompok dan Mandastana 2 kelompok.

“Sebenarnya sapi jantan yang biasanya khusus digemukkan, juga dapat diasuransikan. Tetapi lantaran tidak termasuk program, asuransi sapi jantan tak disubsidi,” beber Widianto.

Disamping kematian dan kehilangan, juga terdapat ganti rugi untuk potong paksa dengan ketentuan harga pertanggungan dikurangi hasil penjualan daging.

Misalnya daging sapi yang terjual menghasilkan Rp4 juta. Selanjutnya ganti rugi yang dikeluarkan Jasindo bukan Rp10 juta lagi, melainkan hanya Rp6 juta.

“Penyebab potong paksa antara lain patah kaki atau sekarat akibat ditabrak kendaraan,” tandas Widianto.

Baca Juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Garuda Indonesia Perkirakan Kenaikan Penumpang di Banjarmasin

Baca Juga: Bulog Luncurkan Toko Online PangananDotcom

Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Muhammad Bulkini