Opini

Jangan Sembunyi dari Rakyat di Rumah Rakyat

Oleh: Kadarisman DPRD Kota Banjarmasin sedang kita tonton saat ini. Hanya saja kita tidak sedang menonton…

Kadarisman. Foto-Istimewa

Oleh: Kadarisman

DPRD Kota Banjarmasin sedang kita tonton saat ini. Hanya saja kita tidak sedang menonton politisi di rumah rakyat itu sedang berhasil melakukan pencapaian puncak tugas-tugas representatif rakyat, tapi sebaliknya, mereka mempertontonkan ketidakpahaman. Mempertontonkan ketulian dari tugas-tugas mereka menjadi wadah saluran komunikasi politik rakyatnya.

Mereka lupa kesejatian keberadaan mereka yang sebagai subfrastruktur politik di Banua lahir dari tatanan infrastruktur politik formal dan informal, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI di dalamnya.

DPRD Kota Banjarmasin sama sekali tidak diperuntukkan buat penampungan pelarian para politisi yang gagal memahami aspirasi rakyatnya. Ketika rakyat datang mereka seolah menghilang. Ketika mahasiswa sowan, tak ada batang hidung dari mereka yang tampak gagah dan arif bijaksana halnya saat – saat menjelang pemilu. Rumah rakyat dijadikan tempat bersembunyi dari rakyat.

Ini yang sekarang kita tonton. Entitas intelektual muda mahasiswa HMI sedang merasakan itu. Merasakan kesedihan betapa mereka terusir dengan arogansi di rumah rakyat tempat mereka menuangkan gagasan kebangsaan dalam wacana dan dinamika kehidupan sosial di Kota Banjar yang sudah kehilangan seribu sungai.

Tontonan ini tidak saja menunjukkan wajah buruk politisi di DPRD Kota Banjarmasin, namun juga gen keburukan itu menetes kepada kesekretariatan lembaga itu.

Kesekretariatan yang sejatinya berfungsi support menguatkan fungsi kedewanan mengambil porsi bagian yang salah kaprah.

Tak ada alasan apapun dari kesekretariatan dewan mengambil sikap berseberangan dengan elemen rakyat yang hendak menjalankan hak-hak politiknya dan bertemu dengan wakilnya di DPRD.

Apalagi bertemunya bukan dengan pengerahan massa, tetapi beraudensi. Hadirnya hanya diwakili oleh beberapa orang. Ternyata itu susah.

Surat audensi yang hilang ketika sudah dilayangkan ke sekretariat itu jangan dianggap sepele. Itu persoalan serius. Hendak ditinjau dari aspek apapun itu kesalahan bukan remeh temeh.

Profesionalisme dan jiwa pelayanan tidak hadir di sebuah lembaga negara yang mestinya punya wibawa. Apalagi menunjukkan aksi arogansi kepada elemen rakyat dari HMI itu menunjukkan gambaran kelam dari faham demokrasi yang gagal masuk dalam jiwa abdi negara. Penyakit masa lalu belum sembuh, padahal generasi berganti dan bertumbuh.

Tapi kembali kepada wakil rakyat itu, apa yang dialami oleh HMI tidaklah berdiri sendiri. Ada titah, baik langsung atau pun tidak langsung hingga surat audensi itu bernasib tragis. Jangankan membumikan ruang dialog, suratnya bertamu pun tak mampu untuk dijelaskan keberadaanya.

Soal sederhana ini menjadi hipotesa kemampuan politik bagi penghuni rumah rakyat itu sungguh memprihatinkan. Kemampuan membumikan dialog melalui audensi yang HMI tawarkan menunjukkan kualitas yang rendah mereka dalam memperjuangkan suara rakyat.

Teguran harus disampaikan kepada sikap wakil rakyat yang belum sadar fungsi dan sadar diri. Menjadi penghuni rumah rakyat, agar rakyat dapat mudah untuk berjumpa. Pintu dan dada mesti tersedia dan terbuka untuk berdiskusi tanpa benturan yang tidak perlu.

Kesekretariatan dewan jangan dijadikan alat sebagai penghalang. Rakyat tak punya urusan dengan mereka. Jika sulit berjumpa wakilnya di DPRD kesekretariatan seharusnya jadi jalan agar pertemuan itu menjadi mudah dan mencair. Bukan menjadi algojo dan bemper wakil rakyat untuk memusuhi rakyat.

Kejadian itu tidak baik. Tapi terlanjur menjadi tontonan yang tidak baik pula. Namun demikian saya selalu berprinsip bahwa setiap kejadian adalah pengajaran. Seperti Tuhan selalu menggaransi selalu ada hikmah – hikmah dalam satu kejadian.

Tak usah lagi bersembunyi. Tak usah lagi menanam banyak alasan. Mari kita masuki zona husnudzon hati kita, jika berjumpa walau berbeda maka yang kita dapat adalah semakin dewasa kita melihat realitas sosial ini memang tidak mutlak untuk disamakan.

Berjumpalah, lalu bersama menyemai kebaikan dan manfaat dari atmosfir politik dan demokrasi yang ada.

Sekali lagi berjumpa tidak mutlak membuat perbedaan menjadi kesamaan. Tetapi berjumpa akan menciptakan banyak perbedaan dapat kita bicarakan bersama, walaupun kita tak pernah sama.

*

Penulis adalah Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong.