Tokoh Inspiratif

Jalan Panjang William Soerjadjaja Bangun Industri Otomotif Indonesia

Astra Group menjadi satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia. Perusahaan tersebut dikenal sebagai distributor untuk sejumlah kendaraan

(Kiri-kanan) William Soeryadjaya bersama Sumitro Djojohadikusumo. Foto: Bisnis.com

apahabar.com, JAKARTA – Astra Group menjadi satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia. Perusahaan tersebut dikenal sebagai distributor untuk sejumlah kendaraan dengan merk terkenal seperti Honda.

Tapi, dibalik keuksesan Astra Group terdapat sosok Tjia Kian Liong atau William Soerjadjaja sebagai pendiri dari perusahaan tersebut. Ia adalah pria kelahiran 20 Desember 1922 di Majalengka, Jawa Barat.

Sebelum membangun perusahaan tersebut, William telah memiliki pengalaman dalam memulai sebuah bisnis. Tapi pada 1950an ia tiba-tiba harus mendekam di penjara akibat tuduhan korupsi tanpa dasar. Hal tersebut membuatnya harus memulai kembali bisnis baru.

Kemudian bersama Tjia Kian Tie, adik William mencoba kembali bangkit dengan merintis perusahaan baru. Keduanya membeli perusahaan impor yang berada di Jl. Sabang No. 36A, Jakarta.

Baca Juga: Dilantik Jadi Wakapolri, Berikut Kasus Besar yang Ditangani Agus Andrianto

Perusahaan tersebut merupakan bisnis kecil yang sedang dalam krisis keuangan yang diketahui memiliki kantor berukuran cukup kecil dan sering kali terkena banjir.

Tjia Kian Tie kemudian mengusulkan nama baru, yaitu Astra. Nama itu diambil dari salah satu sosok dewi Yunani Kuno yang terbang ke langit dan menjadi bintang terang. Harapannya, perusahaan itu bisa menjadi 'cahaya' bagi ekonomi Indonesia.

Namun, jalan terjal masih tetap ditemui kedua kaka beradik asal Majalengka tersebut. Perusahaan yang bermula dari bisnis sektor kebutuhan rumah tangga itu, harus mengalami kebuntuan usaha hampir selama 10 tahun sejak didirikan.

Kemudian kabar gembira muncul setelah Soeharto dilantik sebagai presiden kedua Indonesia. Saat itu, Astra menerima durian runtuh dalam bentuk pinjaman dana dari Amerika Serikat senilai USD 2,9 juta.

Baca Juga: Agnez Mo feat Ciara Rilis “Get Loose”, Single dengan Sentuhan Dangdut Catchy

Tidak hanya itu, Negeri Paman Sam tersebut memberi sebuah keistimewaan di mana Astra memiliki akses impor terhadap semua produk yang berasal dari Amerika Serikat.

Di saat yang bersamaan, Priseden Soeharto kala itu gencar melakukan pembangunan di sejumlah daerah. Melalui keistimewaan yang dimiliki keduanya, Astra memutuskan mengimpor truk Chevrolet dari AS dan ikut serta dalam proyek pemerintah

Kantor Astra Internasional. Foto: dok. Astra

Waktu berselang, hingga pada masa Awal Reformasi tahun 2000-an, Atra tercatat memiliki 800 truk Chevrolet yang telah diimpor dari awal pendanaan tersebut. Tapi, binsis impor truk tersebut harus terhenti setelah Astra mendapat sanksi dari Amerika Serikat.

William kemudian berinisiatif untuk membawa Industri Otomotif ke Indonesia. Ia kemudian melirik pasar Jepang yang pada saat itu belum banyak digunakan.

Baca Juga: Influencer Kebugaran Jo Lindner Tutup Usia karena Aneurisma, Apa Itu?

Melihat potensi itu Astra menjalin kerja sama dengan Jepang dan menjadi distributor pertama di Indonesia pada Februari 1969.

Sejak itu, kendaraan Toyota dari mulai truk sampai mobil biasa berjamuran di Tanah Air. Perlahan, Astra juga memasarkan Honda, Isuzu dan Daihatsu. Akibatnya kendaraan Jepang makin banyak di Indonesia.

Seiring waktu, Astra juga berhasil dalam persaingan pasar motif dengan perusahaan Mitsubishi. William diketahui menggelontorkan dana besar untuk menguasai industri otomotif dari hulu ke hilir, dari mulai pembuatan komponen hingga pendistribusian.

Tak hanya itu, ia juga menetapkan sistem manajemen ala Jepang, yakni Keiretsu. Lewat sistem ini, seorang direksi di satu perusahaan bisa menjadi komisaris di perusahaan lain.

Cara itu terbukti efektif karena Astra dapat keuntungan besar dan mampu mengontrol pasar dari para pesaing.

Baca Juga: Tarik Emas hingga Human Claw, 5 Wahana Viral di Jakarta Fair 2023

Dua upaya ini dan pemberian promo besar-besaran kepada pembeli berhasil menarik animo masyarakat. Astra sukses menjadi raja otomotif Indonesia.

Tapi pada 1992, William harus kembali mengalami guncangan akibat Bank Summa yang merupakan bagian dari Astra harus mengalami kejatuhan. William terpaksa melakukan upaya penyelamatan dengan menjual seluruh kepemilikan saham di Astra.

Setelah kejadian itu Astra tak lagi milik William. Astra kemudian dipegang oleh Putra Sampoerna (14,67%), Bob Hasan (8,83%), Prajogo Pangestu (10,68%), Toyota Jepang (8,26%), Kelompok Salim (8,19%), Usman Atmadjaja (5,99%) dan sisanya tersebar di tangan publik.

Namun kini Astra sepenuhnya dimiliki perusahaan Singapura bernama Jarine Cycle & Carriage Ltd dengan penguasaan 50,11% dari total saham.