Nasional

Jadi Klaster Covid-19, IDI: Protokol Kesehatan di Kantor Harus Dijaga

apahabar.com, JAKARTA – Angka positif Covid-19 terus melonjak setiap harinya dan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Covid-19…

Ilustrasi. Foto-Antara/Muhammad Adimaja

apahabar.com, JAKARTA – Angka positif Covid-19 terus melonjak setiap harinya dan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Covid-19 menyebut bahwa area perkantoran menjadi salah satu sumber yang banyak ditemukan kasus positif dan potensial menjadi klaster baru.

Bahkan, Ketua Satgas Kewaspadaan dan Kesiagaan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menjelaskan, pada prinsipnya ada tempat-tempat yang berisiko tinggi untuk penularan Covid-19.

Tempat berisiko tinggi adalah di tempat-tempat yang tertutup, ada banyak orang di dalamnya dan cukup lama. Selain kantor, sejumlah ruangan dengan karakteristik serupa juga rentan menjadi klaster Covid-19.

"Kantor memenuhi tempat berisiko tinggi selain misalnya bioskop, kendaraan umum, gereja, masjid, sekolah, pesantren, kapal pesiar dan yang lain. Jadi intinya ruang tertutup, agak lama di situ, banyak orang, nah itu berisiko," kata Zubairi seperti dilansir dari Okezone.com, Senin (27/7).

Zubairi menjelaskan, kalau sudah diketahui bahwa tempat itu berisiko tinggi dan tetap mau dibuka, maka ada banyak syarat yang harus dipenuhi.

Pertama, dari pengelola Gedung atau manajemennya sendiri harus menyiapkan ruangan yang steril sebelum dimasuki orang, lalu paginya dipasang neon ultaviolet, ruangannya tidak tertutup rapat, ventilasi harus baik, dan AC-nya hanya dinyalakan saat tidak ada orang, saat orang masuk dibuka jendelanya.

"Syarat yang lain nggak boleh lama-lama, biasanya kantornya pagi sampai sore, nggak boleh lagi pagi sampai sore. Kedua, kalau satu ruangan berisi 50, sekarang paling banyak 25. Hari kerjanya tidak 5-6 kali seminggu tapi 3 kali seminggu atau beda-beda jamnya," ujarnya.

Kedua, Zubairi melanjutkan, dari sisi pegawainya pun harus mentaati protokol kesehatan yang ketat di antaranya, harus pakai masker, masuk ruangan diperiksa temperaturnya, kemudian bagi yang berpergian dengan kendaraan umum disarankan untuk ganti baju terlebih dahulu. Dan jam kerjanya pun harus diatur agar tidak banyak orang di dalam kantor.

"Jam kerjanya diatur, sekolah juga harus sama. Biasanya jam 8 sampai jam 2, sekarang jam 10 sampai jam 11, muridnya separuh aja, nanti ganti lagi," usul Zubairi.

Kemudian, sambung dia, meyakinkan diri dengan alat pelindung diri (APD) lengkap di antaranya, masker, face shield dan item APD lainnya. Karena, untuk tempat berisiko tinggi maka perlengkapan pelindungnya harus ketat, seperti di rumah sakit, tidak ada petugas yang hanya menggunakan masker saja, semua mengenakan APD lengkap.

"Saya pakai masker, pakai faceshield, pakai sarung tangan, pakai baju APD, macem-macem, jadi harus mendekati ke arah situ kalau semakin berisiko. jadi harus cuci tangan, masing-masing orang harus bawa sanitizer, ya kalau mungkin pakai faceshield," terangnya.

Selain itu, Zubairi menambahkan, perlu adanya pemeriksaan kesehatan berkala kepada seluruh pegawai yang ada di kantor, dan saat ditemukan ada yang positif seperti yang terjadi di Kantor RRI, kantor langsung ditutup selama 2 minggu. Inti dari kebijakan adaptasi kebiasaan baru (AKB) adalah perlunya evaluasi dan monitor secara berkala dna ketat.

"Jadi, setiap kali kebijakan harus ada evaluasi, monitor kebijakan yang benar dan ketat," pungkasnya.(Okz)

Editor: Aprianoor