Kalsel

Jadi Guru Besar di Hari Perempuan Sedunia, Intip Isi Orasi Ilmiah Prof Masyithah

apahabar.com, BANJARMASIN – Prof Masyithah Umar dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Fiqih Universitas Islam Negeri…

Prof Masyithah Umar dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Fiqih Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Senin (8/3). Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Prof Masyithah Umar dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Fiqih Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Senin (8/3).

Masyithah meraih gelar Guru Besarnya bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap 8 Maret.

Dalam acara pengukuhan Guru Besar itu, perempuan kelahiran Banjarmasin 13 Maret 1955 ini juga menyampaikan orasi ilmiahnya, berjudul "Perempuan di Hadapan Peradilan".

Dikutip dari website resmi UIN Antasari Banjarmasin, dalam orasinya, Masyithah beilang Indeks Kesetaraan Gender (IKG) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) menunjukkan masih banyak ketimpangan gender/ tidak setara di hadapan peradilan. Perempuan dianggap masih lemah dalam mengekspresikan diri, perlu didukung dengan pemberdayaan.

Ia menyebut berbagai kasus cerai yang terjadi di hadapan peradilan membuat perempuan "tidak berkutik" dengan berbagai faktor penyebab seperti kekerasan dalam rumah tangga, Badan Penasihat Pembina dan Pelestarian Perkawinan (BP4) yang tidak mendapat kepercayaan, ketidakpahaman masyarakat tentang proses beracara perceraian di peradilan Agama dan di bingkai dengan pemanfaatan kuasa hukum akan situasi, pernikahan sirri dan pernikahan di bawah umur.

Menurut Masyitah, faktor penyebab di atas dalam peradilan tidak bisa dijadikan sebuah alasan dalam putusan sebagai alasan perceraian dan diubah menjadi "cekcok terus menerus" sehingga perempuan tidak bisa mengekspresikan dirinya dan membuat kesalahan yang menyebabkan terjadi perceraian tidak bisa diidentifikasi.

“Apakah dari suami atau istri, siapa yang memulai, bagaimana ishlahnya juga tidak nampak,” ujar Masyithah.

Ia merekomendasikan agar perempuan memiliki kekuatan untuk mengekspresikan diri perlu diberdayakan secara ekonomi, pengetahuan, emosi, sosial, politik dan hukum.

Untuk memberikan rasa keadilan terhadap perempuan, ujarnya, maka perlu peningkatan jumlah iwadh yang tertulis di buku nikah, perlu pelayanan prima oleh majelis Hakim mengingat perkara perceraian sangat tinggi, peningkatan pencerahan melalui sosialisasi dan penyuluhan hukum.

“BP4 perlu difungsikan dan perlu pemberdayaan terus menerus, perlu adanya peningkatan publikasi tentang kasus-kasus Hukum Keluarga yang diputus melalui pengumuman resmi dan media cetak elektronik, atau media cetak lainnya,” katanya.