Pemilu 2024

Jabatan Ketum Dibatasi, PAN: Parpol Bukan Lembaga Negara!

Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi menilai pengajuan uji materi pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik tak sesuai dengan prinsip demokrasi.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari bersama Komisioner KPU dan Pimpinan Partai Politik berfoto saat Rapat Pleno penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2024 di Halaman KPU, Jakarta, Rabu (14/12/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp.

apahabar.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi menilai pengajuan uji materi pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik tak sesuai dengan prinsip demokrasi.

Sebab partai politik bukan lembaga negara yang perlu diatur masa jabatannya.

"Ini berkaitan dan ditujukan kepada lembaga negara, bukan ke partai politik. Sebab lembaga negara dan partai politik adalah dua entitas yang berbeda," kata Viva, Rabu (28/6).

Baca Juga: Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat MK, Demokrat: Negara Tak Bisa Atur

Viva menerangkan bahwa partai politik tak memiliki ketergantungan pada keuangan negara lantaran membiayai hidupnya sendiri. Meski partai menerima subsidi yang terbilang kecil yakni 0,03 persen bagi partai yang lolos ambang batas parlemen.

"Tetapi jika negara menanggung sebagian besar kebutuhan biaya partai politik, semisal sebesar 30 persen dari kebutuhan biaya partai politik, maka pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik dapat dipertimbangkan untuk dapat dimasukan sebagai aturan formal di Undang-undang tentang partai politik," jelasnya.

Partai politik, sambung dia, merupakan organisasi yang dibentuk secara sukarela oleh masyarakat sehingga tak perlu diatur negara dalam proses pemilihan hingga batasan periodisasi.

Baca Juga: Sandiaga Uno Merapat, Ketum PPP Ngaku Tak Pakai Mahar

"Kalau lembaga negara adalah menjalankan fungsi dan kewenangan negara serta menjalankan fungsi keadministrasian atas nama negara, bukan atas kepentingan individu, kelompok, atau golongan," ungkap dia.

Adapun setiap partai politik memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) sebagai pedoman.

"Biarkanlah mereka hidup bebas dan merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri. Negara tidak perlu mengatur tentang kesepakatan nilai dan manajemen organisasi partai politik," imbuh Viva.

Untuk itu, ia menegaskan Mahkamah Konstitusi seharusnya menolak gugatan terhadap UU Partai Politik terkait masa jabatan ketua umum partai. Viva menyebutkan, pasal 23 (1) UU Partai Politik bersifat open legal policy.

Baca Juga: Dituding Ada Bacaleg 'Titipan', Gerindra Jember: Kita Mengusulkan, Ketum Memutuskan!

Aturan tersebut tidak mengatur adanya pembatasan masa jabatan ketua umum partai, sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Soal tidak adanya pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945," jelasnya.

"Jika pimpinan partai politik tidak memiliki kualifikasi paripurna seperti itu maka dipastikan akan terancam oleh hukum besi ambang batas, yaitu parliamentary threshold 4 persen, sehingga posisinya dapat terjungkal menjadi partai gurem," pungkasnya.