Isu SARA Mencuat Jelang Pilkada 2024, Bawaslu Banjar Lakukan Penelusuran

Isu SARA menjelang Pilkada 2024 di Kabupaten Banjar mencuat dan jadi perbicangan belakangan ini. Bawaslu pun mulai menelusuri.

Komisioner Bawaslu Banjar, Ramliannoor, ketika ditemui seusai pengundian nomor urut pasangan calon Pilkada Banjar 2024. Foto: bakabar.com/Hendra Lianor

bakabar.com, MARTAPURA - Isu mempertentangkan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) yang mencuat menjelang Pilkada Serentak 2024, mulai ditelisik Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banjar. 

Dugaan tersebut berawal dari peredaran audio yang dikabarkan direkam dalam acara silaturahmi salah seorang anggota Komisi VIII DPR RI 2019-2024, Syaifullah Tamliha, dengan anggota BPD se-Banjar, Kamis (19/9) lalu.

Sejumlah anggota BPD yang hadir dalam kegiatan itu lantas menyayangkan,  karena dikhawatirkan dapat memicu provokasi menjelang Pilkada Banjar 2024.

Tidak ingin berkembang luas, Bawaslu Banjar mulai menelusuri dugaan  mempertentangkan SARA tersebut.

"Kami sudah melakukan rapat pleno internal," papar Komisioner Bawaslu Banjar, Ramliannoor, seusai penetapan nomor urut pasangan calon Pilkada Banjar 2024, Senin (23/9).

"Telah diputuskan bahwa kami akan melakukan penelusuran apakah melanggar undang-undang atau tidak," sambungnya.

Bawaslu Banjar sendiri belum menerima laporan terkait dugaan tersebut. Meski demikian, isu dapat dianggap sebagai temuan awal sehingga perlu ditelusuri lebih jauh.

"Kami berharap isu tersebut tidak berkembang besar, sekaligus mengingatkan semua pasangan calon maupun masyarakat agar bijak dan menghormati keberagaman," harap Ramli. 

Sementara ketika dikonfirmasi, Syaifullah Tamliha menepis dugaan telah mempertentangkan SARA. Dalam kegiatan silaturahmi dengan BPD, Tamliha juga menegaskan kapasitas sebagai anggota DPR RI yang memberikan wawasan kebangsaan.

"Termasuk saya juga mengingatkan, bahwa di semua negara termasuk Indonesia, ketika pemilu maupun pilkada, tidak menutup kemungkinan (terjadi) perang politik identitas," tukas Tamliha.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga menilai boleh saja menggunakan strategi politik identitas dalam pemilu, sembali mencontohkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Semua negara termasuk indonesia, boleh saja (politik identitas). PKS menang (pemilu) di Jakarta menggunakan politik identitas sebagai partai Islam. Orang memilih berdasarkan suku juga pilihan," beber Tamliha.

Disinggung terkait dugaan pelanggaran yang mulai ditelusuri pihak berwenang, Tamliha mengeklaim punya imunitas, "Saya anggota DPR RI dan punya imunitas untuk berbicara," tutupnya.