Nasional

Istana Minta Polisi Buka Ulang Kasus ‘3 Anak Saya Diperkosa’

apahabar.com, JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) meminta polisi membuka ulang penyelidikan dugaan pemerkosaan terhadap tiga…

Ilustrasi oleh Muhammad Nauval Firdau/Project Multatuli. Project Multatuli diduga mendapat serangan DDoS (Distributed Denial of Service) pada Rabu, 6 Oktober 2021 pulul 18.00 WIB. Hanya berselang dua jam setelah menerbitkan satu artikel berita dalam serial laporan #PercumaLaporPolisi berjudul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Foto: Project Multatuli via Tempo

apahabar.com, JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) meminta polisi membuka ulang penyelidikan dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak di bawah umur di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, pada akhir 2019, yang kembali viral belakangan waktu.

KSP menyampaikan keprihatinan mendalam atas dugaan pemerkosaan oleh bapak kandaung tersebut. Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menegaskan walaupun penyelidikan telah dihentikan oleh polres setempat, namun Polri mesti membuka ulang proses kasus tersebut.

“Walaupun kasus telah berlangsung pada tahun 2019, dan penyelidikan telah dihentikan oleh Polres, KSP berharap agar Polri membuka ulang proses penyelidikan kasus tersebut,” kata Jaleswari dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (8/10), dilansir Antara.

Selama beberapa hari terakhir publik dikejutkan oleh viralnya berita perkosaan dan kekerasan seksual yang dialami oleh tiga kakak beradik yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya.

Peristiwa itu terjadi di Kabupaten Luwu Timur, Sulsel pada tahun 2019. Namun, karena tidak menemukan cukup bukti, Polres Luwu Timur menghentikan proses penyelidikan pada tanggal 10 Desember 2019, persis dua bulan setelah kasus dilaporkan oleh ibu korban.

Jaleswari menegaskan peristiwa perkosaan dan kekerasan seksual kepada anak ini sangat melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat. Dia mengingatkan bahwa Presiden Jokowi sangat tegas dan tidak memberikan toleransi terhadap predator seksual anak.

Karena itulah, kata dia, pada 7 Desember 2020 Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Dalam rapat terbatas tentang Penanganan Kasus Kekerasan kepada Anak tanggal 9 Januari 2000, Presiden Jokowi juga memberi arahan agar kasus kekerasan terhadap anak ditindaklanjuti secepat-cepatnya.

Presiden Jokowi juga menginginkan agar pelaku kekerasan terhadap anak diberikan hukuman yang bisa membuat jera, terutama yang terkait dengan kasus pedofilia dan kekerasan seksual pada anak.

"Perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak tindakan yang sangat serius dan keji. Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita. Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum berat," ujar Jaleswari.

Dia menegaskan walaupun korban merupakan anak-anak, namun suara korban tetap harus didengarkan dan perhatikan dengan saksama.

“Termasuk suara ibu para korban. Bayangkan saja mereka adalah anak-anak kita sendiri," kata Jaleswari.

Menurut dia, jika memang ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019 yang lalu, atau ditemukannya bukti baru sebagaimana disampaikan oleh ibu korban dan LBH Makassar, maka KSP berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut.

“Kasus perkosaan dan kekerasan seksual pada anak serta penghentian penyelidikan dengan alasan tidak adanya bukti, ini semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengandung norma khusus terkait tindak pidana kekerasan seksual,” katanya pula.