Israel Larang PBB Masuk Rafah, Bantuan Kemanusiaan Makin Terancam

Israel ngotot menginvasi Rafah dengan dalih wilayah itu adalah benteng besar terakhir Hamas di Jalur Gaza.

RIBUAN warga Palestina meninggalkan Rafah setelah Pemerintah Israel mengusir mereka dengan alasan akan melakukan penyerbuan ke wilayah Gaza selatan itu.(Foto: Reuters)

bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah Israel menolak akses PBB ke penyeberangan Rafah. Padahal, kawasan itu menjadi pintu masuk utama bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

Kabar disampaikan oleh organisasi internasional United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) atau Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, Selasa (7/5/2024) waktu setempat.

Jens Laerke, juru bicara OCHA, mengatakan hanya ada cadangan bahan bakar satu hari untuk menjalankan operasi kemanusiaan di wilayah Palestina yang terkepung tersebut.


"Saat ini kami tidak memiliki kehadiran fisik di penyeberangan Rafah karena akses kami telah ditolak oleh COGAT (Coordinator of Government Activities in the Territories)," katanya, seperti dikutip AFP, yang dilansir CNBC Indonesia. COGAT adalah badan Israel yang mengawasi pasokan ke wilayah Palestina.


"Kami telah diberitahu bahwa tidak akan ada penyeberangan personel atau barang masuk atau keluar untuk saat ini. Hal ini berdampak besar pada jumlah stok yang kami miliki," jelas Laerke.


"Ketersediaan bahan bakar hanya tersedia dalam jangka waktu yang sangat singkat. Karena bahan bakar hanya masuk melalui Rafah, satu hari penyangga adalah untuk seluruh operasi di Gaza."


Laerke menyebut jika tidak ada bahan bakar yang masuk, situasi akan berbahaya. Langkah tersebut menjad cara yang sangat efektif untuk mengakhiri operasi kemanusiaan di wilayah tersebut.


"Saat ini, dua jalur utama untuk menyalurkan bantuan ke Gaza terputus," katanya, merujuk pada penyeberangan Rafah dari Mesir dan penyeberangan Kerem Shalom dari Israel.


Awal pekan ini Israel mulai melakukan serangan ke titik paling Selatan Gaza Palestina, Rafah. Hal ini tetap dilakukan Tel Aviv meski sebagian besar dunia, termasuk Amerika Serikat (AS), menentangnya.


Rafah sendiri merupakan titik paling Selatan Gaza yang saat ini telah menjadi pengungsian bagi 1,4 juta orang. Para pengungsi tinggal di tenda-tenda yang padat, tempat penampungan PBB yang penuh sesak, atau apartemen yang penuh sesak, serta bergantung pada bantuan internasional untuk makanan.


Sejak Israel menyatakan perang sebagai respons terhadap serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober 2024, Perdana Menteri Netanyahu mengatakan, tujuan utamanya adalah menghancurkan kemampuan militer kelompok itu.


Israel ngotot menginvasi Rafah dengan dalih wilayah itu adalah benteng besar terakhir Hamas di Jalur Gaza, setelah operasi di tempat lain membubarkan 18 dari 24 batalyon kelompok militan tersebut. Meski begitu, Hamas telah berkumpul kembali di beberapa daerah Gaza Utara dan terus melancarkan serangan.(*)