Kalsel

Ironi WSPD 2021 di Kalsel: Dua Nyawa Melayang dalam Sehari, Jangkauan Psikolog Masih Minim

apahabar.com, BANJARMASIN – 10 September, bertepatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau World Suicide Prevention Day…

Petugas mengevakuasi jasad SA warga asal Medan yang tergantung di kamar mandi kontrakannya, Kelurahan Rangda Malingkung, Kabupaten Tapin. Saat peringatan WSPD kemarin, dua kasus bunuh diri terjadi di Kalsel. apahabar.com/Sandi

apahabar.com, BANJARMASIN – 10 September, bertepatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau World Suicide Prevention Day (WSPD), dua warga di Kalimantan Selatan nekat mengakhiri hidup secara tragis.

Dua kasus ini terjadi di lokasi yang berbeda. Insiden pertama terjadi di Desa Pakuan Timur, Telaga Langsat, Hulu Sungai Selatan (HSS).

Seorang pria berinisial SA (40) didapati tewas tergantung dengan seutas tali yang diikatkan di pohon dalam hutan desa.

Ia meninggalkan surat wasiat untuk anaknya. Dan bahkan menggali liang lahat untuk dirinya sendiri.

Kasus kedua terjadi di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Rangda Malingkung, Kecamatan Tapin Utara, Tapin.

SA, seorang warga pendatang asal Medan, Sumatera Utara didapati tewas bunuh diri dengan cara yang sama.

Belakangan diketahui wanita 27 tahun ini nekat memilih jalan tragis lantaran permasalahan rumah tangga.

Permasalahan hidup yang kompleks umumnya melatari seseorang menjadi nekat untuk bunuh diri.

Dengan persoalan hidup yang sedemikian rupa, ditambah kurangnya perhatian orang-orang dekat, mereka yang mengalami depresi akhirnya memilih jalan pintas mengakhiri hidup secara tragis.

Munculnya dua kasus bunuh diri di Kalsel saat WSPD 2021 juga ditengarai karena masih kurangnya kesadaran akan kesehatan mental.

Sebagian besar masyarakat masih malu untuk memeriksakan kondisi mental dirinya atau keluarganya. Masih ada stigma jika datang ke psikolog atau psikiater adalah orang-orang yang memiliki gangguan jiwa.

Kondisi ini diperparah dengan masih cukup jauhnya jangkauan masyarakat terhadap fasilitas penanganan gangguan psikologis.

Di Kalsel, fasilitas penanganan gangguan psikologis hanya bisa didapati di rumah sakit tertentu. Berbanding terbalik dengan kondisi di Pulau Jawa, yang mana fasilitas demikian dengan mudah bisa dijumpai di tiap puskesmas.

Ikatan Psikologi Klinis (IPK) mencatat masih banyak lulusan psikolog yang menangani bidang gangguan mental masih belum terserap di pusat pelayanan kesehatan.

“Di Kalsel permintaan psikolog klinis tidak terlalu banyak,” kata Ketua IPK Kalsel, Melinda Bahri.

Melinda berharap pemerintah bisa lebih memberdayakan para psikolog klinis di tiap-tiap tempat pelayanan kesehatan.

“Semakin banyak psikolog klinis di layanan kesehatan maka permasalahan mental dari level paling dasar akan tertanggulangi,” katanya.

Lantas bisakah hal tersebut terealisasi? Melinda menjawab sangat mungkin.

“Asalkan, pemerintah mau membuat analisis kebutuhan dan mengajukannya ke Badan Kepegawaian Daerah untuk dibuatkan formasi perekrutannya,” ujarnya.

Hal demikian turut diamini oleh Dosen Psikologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Rusdi Rusli.

Harapan Melinda dan Rusli ini tentu jadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah setempat untuk dapat menyediakan fasilitas penanganan gangguan mental di tiap tempat pelayanan kesehatan.

“Semoga ke depan langkah ini bisa terealisasi, agar masyarakat Kalsel bisa dengan mudah mendapat penanganan gangguan psikologis,” kata doktor jebolan Universitas Airlangga ini.

Sekalipun belum bisa direalisasikan, Rusli berharap pemerintah daerah lebih peduli dan melek terhadap persoalan gangguan psikologis.

Dimulai dari hal terkecil, yakni memasifkan upaya sosialisasi terkait permasalahan psikologis.

“Agar masyarakat bisa lebih terbuka pikirannya terhadap persoalan demikian,” katanya.

Kendati begitu, Rusli bilang, persoalan gangguan psikologis di masyarakat bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Perlu sinergitas dari semua kalangan, terutama masyarakat.

Rusli meminta dan sangat berharap kepada masyarakat agar lebih peka terhadap orang-orang di sekitar, khususnya anggota keluarga masing-masing.

Orang-orang yang mengalami stres atau depresi, kata Rusli, terkadang bisa dilihat dengan ciri khusus. Pertama, mengalami penurunan nafsu makan. Banyak menolak ke luar rumah hingga mengurung diri dalam kamar.

Lalu, banyak menolak untuk bertemu dengan orang lain hingga malas melakukan aktivitas.

“Biasanya orang depresi itu tatapannya kosong lantaran mereka banyak mengkhayal,” katanya.

Sehingga apabila melihat tanda-tanda demikian, Rusli meminta agar keluarga atau orang terdekat bisa menjadi pendukung bagi mereka yang sedang dalam gangguan psikologis.

“Kita harus peka. Jika anggota keluarga atau teman dekat mengalami perubahan perilaku, tugas kita adalah untuk melakukan pendekatan persuasif. Agar kita bisa tahu apa permasalahannya, sehingga bisa membantu memberikan solusi,” katanya.

Upaya-upaya pendekatan bisa dilakukan dengan melakukan obrolan-obrolan ringan sehingga bisa membangun kedekatan antar-keluarga atau teman.

“Paling tidak kita bisa jadi pendengar. Karena orang yang depresi biasanya butuh wadah buat mencurahkan apa yang ada di pikirannya. Setidaknya dengan kita mendengar, dia bisa menumpahkan apa yang mengganggu pikirannya. Jadi tidak numpuk,” katanya.

Pria Gantung Diri di Telaga Langsat HSS, Tinggalkan Wasiat Terakhir

Jikapun keluarga sudah merasa tidak mampu, maka membawa yang bersangkutan untuk mendatangi tenaga ahli seperti psikolog atau psikiater jadi pilihan.

“Terkait stigma orang yang ke psikiater atau psikolog adalah orang dengan gangguan jiwa itu harus dihilangkan,” katanya.

Rusli hakulyakin upaya-upaya tersebut bisa menekan angka kasus bunuh diri di Kalsel.

Terlebih, aksi bunuh diri ini haram dari perspektif agama. Konon dosanya lebih besar dari membunuh orang lain.

“Sebab nyawa manusia adalah hak Allah,” kata Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel, Nasrullah.

Nasrullah kemudian mengutip ayat kedua dari Surat Al-Mulkۙ di dalam Alquran. ‏

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.”

Kendati demikian, dia tetap mendoakan semoga mereka yang terlanjur bunuh diri bisa diberikan pertolongan dari Sang Pencipta.

“Secara hakikat urusan dosa, pahala, surga maupun neraka itu adalah hak prerogatif Allah,” katanya.

Lebih jauh, Nasrullah meminta masyarakat untuk menguatkan akidah dan selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta di masa-masa sulit hidupnya.

“Ingatlah bahwa semua kenikmatan dan kesusahan itu datang dari pada Allah SWT. Dunia hanya sementara,” katanya. “Semua kesedihan akan berlalu. Allah tidak menguji hamba-Nya di luar batas kemampuannya,” tambahnya.

Nasrullah bilang kesedihan dalam menghadapi masalah maupun kebahagiaan saat menerima nikmat itu adalah sunatullah. Hal yang wajar. “Semua adalah pemberian dan bersifat sementara,” katanya.

Imbauan ini, kata Nasrullah, juga berlaku untuk umat agama lain selain Islam. “Bagaimanapun tetap berpedoman terhadap agamanya masing-masing,” katanya.