Kalsel

Ironi Pemuda Gay Kalsel: Suka Sesama Jenis Usai Cinta Berakhir Tragis

Usai kisah cintanya berakhir tragis, pemuda satu ini menjadi penyuka sesama jenis. Waktu SMA, bahkan ia…

Saat Valentine 14 Februari kemarin, sebagian LGBT rupanya memiliki ritual khusus. Kebanyakan dari mereka menggelar pesta. Foto ilustrasi: Istimewa

Usai kisah cintanya berakhir tragis, pemuda satu ini menjadi penyuka sesama jenis. Waktu SMA, bahkan ia nyaris dirudapaksa eks kakak kelasnya sendiri.

Riyad Dafhi, Banjarmasin

SY remaja begitu galau, wanita yang sudah lama dipacarinya ketahuan berselingkuh.

Dengan mata sedikit berlinang, SY menceritakan semua kisah pilunya.

Semua berawal saat ia masih duduk di kelas 2 Madrasah Aliyah.

Wanita yang sempat membuat SY jatuh hati itu tak lain rekan sekolahnya sendiri.

“Orangnya cantik, putih mulus dan tinggi,” ceritanya.

Dengan wanita itu SY menjalin hubungan asmara sekira setahun lamanya.

Sayangnya, di tengah jalan ia mendapati kekasihnya itu berselingkuh. Bahkan dengan lebih satu pria.

“Memang konyol. Semua adalah teman satu tongkrongan. Setelah kejadian itu hubungan pertemanan kami hancur. Saya galau,” kenangnya.

SY merupakan satu dari sekian pemuda di Kalimantan Selatan yang memiliki orientasi seks sejenis atau biasa disebut homoseksual (gay).

Momen 14 Februari kemarin rupanya dimanfaatkan sebagian dari mereka untuk menggelar pesta khusus.

“Biasanya kalau yang suka clubbing, akan clubbing dulu. Baru setelah itu berkumpul di dalam satu kamar dan melakukan pesta, bahkan seks,” ujar SY.

SY sendiri adalah pemuda 23 tahun asal kawasan hulu sungai Kalimantan Selatan (Kalsel).

Anak ke-5 dari 8 bersaudara, 6 saudaranya semua perempuan. Semasa kecil, SY seperti pria pada umumnya.

Pertemuan media ini dengan SY terjadi kemarin siang. Di sebuah kafe, kawasan Bumi Mas Raya tepat jam 2 siang.

Jarum jam saat itu sudah menunjukkan pukul 14.00 lewat, namun SY tak kunjung tiba.

Satu jam lamanya menunggu, SY baru tiba. Saat itu jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.17.

Mengenakan celana jeans hitam, penampilan SY tampak padu dengan kemeja lengan pendek dan sweater berwarna senada hijau militer.

“Maaf kalau lama menunggu, tadi ada urusan sebentar di tempat kerja,” ujarnya menyapa sembari melepas sweater-nya.

Usai memesan milkshake teh hijau, SY duduk. Obrolan dimulai dengan menanyakan latar pekerjaan SY.

“Kerja di restoran,” singkatnya. “Kelak saya bermimpi punya restoran sendiri,” sambungnya.

Setelah jawaban singkat itu, suasana menjadi hening. Desing lalu-lalang kendaraan terdengar lebih nyaring.

Soal latar-belakangnya sebagai seorang LGBT, SY rupanya masih malu-malu bercerita.

“Kalau sudah lama kenal baru ketahuan bobroknya,” selorohnya.

Sepintas, penampilan SY seperti pria pada umumnya. Rambutnya dipotong tipis. Kulitnya putih. Tingginya kurang lebih 155 centimeter. Namun lain cerita jika berbicara urusan orientasi seksual SY.

“Dalam hubungan saya menjadi perempuannya. Tapi saya tidak berdandan seperti perempuan. Aneh kalau dilihat,” kata pemuda yang sangat hobi memasak itu.

“Kalau kaya pun, saya tidak ingin sampai melakukan operasi pergantian kelamin. Paling hanya melakukan perawatan wajah,” imbuhnya.

Lulus dari Madrasah Aliyah -sekolah agama tingkat menengah atas- pada 2016 SY merantau ke ibu kota Kalsel.

“Hanya ingin hidup mandiri dan jauh dari orang tua. Kalau ada kesempatan bahkan pengen ke luar Kalimantan,” katanya.

Sebelum bekerja, SY sempat mengenyam bangku perkuliahan. Bahkan, di dua universitas berbeda.

Pertama jurusan arsitek. Lalu pindah ke akuntansi di kampus lain.

Nyatanya, perkuliahan membuat SY jengah. Ia mulai uring-uringan pergi ke kampus. Sampai akhirnya berhenti, dan memutuskan untuk bekerja.

“Saya tidak mau menyusahkan keluarga,” ujarnya.

Di Banjarmasin, SY tinggal di mess yang disediakan oleh tempatnya bekerja.

Tak jarang SY menginap di tempat kakaknya yang juga menetap di kota yang khas dengan sebutan Seribu Sungai ini.

Ketertarikan seksualnya terhadap sesama jenis perlahan muncul usai wanita yang dicintainya tadi selingkuh.

Di tengah keterpurukan, tiba-tiba hadir seorang lelaki. Lebih tua beberapa tahun. Mantan kakak kelasnya di Madrasah Aliyah.

Awalnya mereka hanya berteman. Namun SY mulai menaruh rasa kagum kepada sosok ini.

“Dia begitu perhatian dengan saya ketika itu,” katanya.

Puncaknya, liburan semester sekolah tiba. Di Banjarmasin, SY diajak liburan ke suatu tempat.

“Saya tak curiga waktu itu,” ujarnya.

Namun tiba-tiba mantan kakak kelasnya ini memaksanya untuk melakukan hubungan seksual.

“Saya dibekapnya. Namun saya berontak. Saya menolak. Saya kemudian telepon kakak untuk minta jemput. Kami lost contact,” ujarnya.

Kurangnya kasih sayang dan perhatian dari sang ayah jadi pemicu lain mengapa SY sampai memiliki orientasi seks sejenis.

“Saya lebih cenderung ke ibu. Bapak saya terkesan acuh. Jadi mungkin saya memerlukan sosok lelaki di dekat saya,” katanya.

Dalam kondisi demikian, keraguan berkecamuk dalam pikiran SY. Gejolak tersebut berlangsung menahun.

“Awal kuliah, saya akhirnya berdamai dengan diri sendiri. Ini pilihan, semua orang bebas menentukan [orientasi seksual],” ujarnya.

Meski begitu, kepada keluarganya SY masih belum bisa terbuka. Soal orientasi seksualnya, semua masih ia tutup rapat. Kecuali dengan teman. Itu pun jika dirasa mampu menjaga privasi baru SY bercerita.

SY sendiri sudah pernah menjalin hubungan khusus dengan 4 lelaki. Namun semuanya kandas di tengah jalan.

“Saya sadar hubungan ini takkan ada ujungnya,” lirihnya.

Ditanya apakah sedang dekat dengan seseorang, SY mengiyakan.

“Untuk saat ini belum ada rencana untuk serius lagi. Hanya sekadar berteman atau one night stand saja,” katanya.

SY tak muluk-muluk soal tipe lelaki idaman. Yang penting bersih, tinggi dan usianya harus lebih tua.

“Saya lebih suka yang lebih tua. Alasannya tentu, mereka berpikiran dewasa,” akunya.

Memang dari keempat mantannya, semuanya berusia lebih dewasa. Yang terakhir bahkan terpaut 13 tahun lebih tua darinya.

“Dia bekerja sebagai dokter spesialis di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng). Waktu lagi pacaran, pulang satu minggu sekali ke Banjarmasin,” kisahnya.

Namun bukan si dokter yang membuatnya terkesan. Melainkan pemuda satu kampungnya di hulu sungai.

“Yang pertama. Ketika putus, saya perlu 3 tahun untuk move on. Sekarang dia sudah beristri,” katanya tertawa.

Di lingkungan sekitar rumah, diskriminasi atau kekerasan fisik tak pernah dia terima. Hanya, terkadang ada beberapa teman yang menjauh.

“Meski penolakannya halus, tapi saya tahu,” katanya.

Lantas, apakah SY takut dengan penyakit semacam HIV/AIDS?

“Tentu saya takut. Kalau berhubungan saya pakai pengaman [kondom],” katanya.

Jamak terdengar ada kode-kode khusus untuk para LGBT saling terpaut. Namun SY tak terlalu mengetahuinya.

“Memang ada. Tapi karena saya memang tidak pernah kumpul dengan mereka, saya kurang tahu,” katanya.

Menariknya, kendati cenderung menyukai lelaki SY diam-diam masih memiliki hasrat ke perempuan.

Dirinya paham budaya setempat sangat menolak keras hubungan sesama jenis. Konyol baginya untuk menuntut pelegalan pernikahan sesama jenis.

“Ketika umur 27 saya ingin menikah normal dengan perempuan. Hubungan seperti ini (LGBT) hanya untuk hiburan saja. Takkan ada ujungnya. Namun jika ada lelaki yang mau jamin, misal menikah ke luar negeri, tentu saya mau,” tutur pemuda 23 tahun ini.

Kisah Mahdiani Menjadi Lili, Transgender ‘Cantik’ asal Banjarmasin