Kalsel

Insentif Nakes di Kalsel Kena Pangkas? Kadinkes-Kepala Bakeuda Saling Lempar

apahabar.com, BANJARMASIN – Kabar pemotongan insentif tenaga kesehatan di rumah sakit milik Pemprov Kalsel nyaring terdengar….

Insentif tenaga kesehatan di sejumlah rumah sakit di Kalsel nyaring terdengar. Kepala Dinkes dan Bakeuda saling lempar. Foto ilustrasi: Radar Surabaya

apahabar.com, BANJARMASIN – Kabar pemotongan insentif tenaga kesehatan di rumah sakit milik Pemprov Kalsel nyaring terdengar. Jumlahnya bahkan mencapai 35 persen.

Dikonfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, Muslim menepis kabar miring tersebut. Muslim bilang pembayaran hanya tertunda.

“Tidak ada pemotongan. Yang ada itu, itu yang dibayar dulu. Itu sudah kita sampaikan,” ujar Muslim saat dikonfirmasi, Kamis (26/8).

Lantas, mengapa insentif tersebut tak dibayar full? Muslim berdalih menyesuaikan kondisi kemampuan keuangan daerah.

“Sampai saat ini yang dibayar itu dulu. Kemampuan daerah sementara itu,” jelasnya.

Lebih jauh, Muslim menyarankan agar penjelasan soal pembayaran insentif yang tak dibayar full ini ditanyakan ke Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel.

“Kalau kita Dinkes yang meminta. Yang memberikan penjelasan itu bagusnya di Bakeuda, yang memberi anggarannya,” imbuhnya.

Terpisah, Kepala Bakeuda Kalsel, Agus Dyan Nur saat dikonfirmasi juga membantah kabar miring tersebut.

“Enggak ada dipotong. Hanya bertahap,” kata Agus.

Bakeuda, ujar Agus, telah membayar seusai dengan pengajuan dari Dinkes Kalsel. Namun dia lupa berapa total anggaran yang sudah dikucurkan.

“Saya lupa berapa pengajuannya, Pokoknya semua sudah dipenuhi. Cuma pengajuan kemarin itu enggak full. Bukan dipotong,” jelasnya.

Lantas jika bertahap berapa sisa insentif nakes yang belum dibayar? Agus bilang itu sulit untuk dihitung. Pasalnya, pembayaran insentif itu dilakukan hingga pandemi Covid-19 selesai.

“Kita enggak tahu berapa sisanya, [pandemi] Covid kan belum selesai,” bebernya.

Dijelaskan Agus, bahwa pembayaran insentif nakes ini dilakukan sembari berjalan. Selain itu mereka juga menunggu audit dari Inspektorat.

“Sebenarnya tidak ada pemotongan. Nanti kan ada pemeriksaan dari Inspektorat. Nanti sambil berjalan diselesaikan,” jelasnya.

Lantas apakah hanya nakes di RSUD Ulin yang mengalami nasib ini? Agus menjawab tidak.

Hal serupa kata dia juga dialami oleh nakes lain di bawah naungan Dinkes Kalsel.

“Enggak hanya di RSUD Ulin saja, semua yang masuk pengajuan Dinkes Kalsel,” pungkasnya.

Berimplikasi Hukum

Sebelumnya, kabar pemotongan insentif nakes tersiar dari penjuru rumah sakit di Kalsel, tak hanya RS Ulin. Rata-rata mereka mengaku hanya dibayar full pada Juni kemarin. Pemerhati kebijakan publik Banjarmasin, Muhammad Pazri menyayangkan jika benar terjadinya pemotongan intensif tersebut.

“Patut diperhatikan bahwa pemotongan uang dengan alasan adanya pemangkasan insentif ini dikarenakan APBD Kalsel hanya mampu mencairkan 65% saja dari pagu sesuai penetapan Kemenkes RI, kemudian terkait dengan keterlambatan pembayaran ini bukan hal yang disengaja melainkan adanya perbaikan mekanisme dan sistem saja. Hal tersebut harus dijelaskan secara tuntas dan transparan,” ujarnya kepada apahabar.com.

Lalu siapa yang bertanggung jawab terhadap akuntabilitas dan transparansi pendistribusiannya?

“Saya meminta Inspektorat Pemprov Kalsel dan DPRD Kalsel bisa menjalankan fungsi pengawasan segera memeriksa Dinkes dan kepala RSUD Ulin guna menyelesaikan apa yang diinstruksikan sesuai aturan,” ujarnya.

Menurutnya, pemotongan insentif nakes tanpa koordinasi dengan Kementerian Keuangan berpotensi melawan hukum.

Apabila tidak bisa dipertanggungjawabkan, kata dia, patut diduga ada penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur Pasal 2 junto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan junto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Intinya tidak boleh dipotong insentif, kalau tidak ada dasar, karena hak bagi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus kita perjuangkan,” ujarnya.

Direktur Borneo Law Firm itu berharap inspektorat, dan DRPD serius memeriksa temuan pemotongan insentif tenaga kesehatan.

“Kalau bisa audit secara menyeluruh. Dan misalnya nanti ada pihak-pihak yang ternyata menyalahgunakan kewenangannya dalam penggunaan uang insentif tersebut tanpa ada dasar, bisa diproses secara hukum. Agar jadi peringatan, jangan main-main dengan uang negara apalagi di masa pandemi Covid-19,” ujarnya.