Indonesia Tidak Memiliki Kemajuan dalam Penegakkan Hukum Sejak 2016

Sebagai negara hukum, Indonesia justru staknan dalam hal demokrasi. Hal ini terlihat dari Rule of Law Index 2022 dari World Justice Project.

Ilustrasi ratu keadilan dalam penegakan hukum.(Foto: Quaro)

Apahabar.com, JAKARTA - Rule of Law Index 2022 dari World Justice Project (WJP) menunjukkan kondisi negara hukum Indonesia tidak mengalami kemajuan sejak 2016.

Dari delapan indikator yang dinilai, lima di antaranya masih tergolong rendah. Yakni absennya korupsi, ketertiban dan keamanan, sistem peradilan perdata, sistem peradilan pidana dan penegakan regulasi serta pemerintah terbuka. 

Index ini menunjukkan demokrasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukan kemunduran yang yang terus terjadi. Hal ini diperkeruh dengan kondisi politik yang kian sesak oleh himpitan oligarki.

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Gelar Tabur Bunga: Simbolisasi Kematian Demokrasi

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referandum menjelaskan pada kondisi yang serba sesak ini, gerakan masyarakat sipil jadi salah satu angin segar bagi demokrasi. 

"Kekuatan masyrakat sipil tentu jadi satu gerakan yang paling bisa melawan kuasa oligarki," tuturnya saat ditemui di Kantor LBH Jakarta, Rabu (21/12).

Dalam setahun ini akses regresi demokrasi dirasakan dampaknya dalam aspek penegakan hukum dan hak asasi manusia.

LBH Jakarta mendokumentasikan pelbagai fakta yang terus bertambah, utamanya jumlah kasus yang lahir akibat pengelolaan negara yang semakin jauh dari prinsip demokrasi. 

Baca Juga: Pengesahan RKUHP Dianggap Terburu-Buru, YLBHI: Prosesnya Ugal-Ugalan!

Pada 2022 ini LBH Jakarta sedikitnya menerima 1.034 permohonan bantuan hukum dengan jumlah pencari keadilan sebanyak 12.447 kasus. Sebanyak 920 permohonan merupakan pengaduan individu dan 114 merupakan pengaduan kelompok.

Sementara itu sebanyak 1.019 penerima manfaat merupakan pengaduan dari individu dan 11.428 lainnya adalah penerima manfaat pengaduan dari kelompok. 

Citra mengakui, angka ini masih sedikit jika dibandingkan dengan kasus yang tersebar se-antero Jakarta. 

Meskipun demikianm ia percaya dengan kerja kolektif, lahirnya paralegal bisa menyentuh lebih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum. Ia  menyadari minimnya peningkatan kapasitas di tingkat paralegal LBH Jakarta. 

"Dalam kesempatan ini kami juga senang karena bisa mendengar kritik juga saran dari masyarakat akan kinerja LBH sejauh ini. Kami akan terus upayakan perbaikan-perbaikan agar LBH Jakarta bisa terus bermanfaat," tutupnya.