Tak Berkategori

Indonesia Bergabung Bersama 3 Negara dalam Program Transisi Batu Bara

apahabar.com, GLASGOW – Pendanaan Investasi Iklim (CIF), mengatakan Indonesia, India dan Filipina akan bergabung dengan Afrika…

Ilustrasi – Paparan gas rumah kaca di atas kota Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan penurunan sebesar 35 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) pada 2030 melalui sejumlah aksi mitigasi mulai dari sektor energi hingga pengolahan limbah. Foto-Antara/Indrianto Eko Suwarso/hp

apahabar.com, GLASGOW – Pendanaan Investasi Iklim (CIF), mengatakan Indonesia, India dan Filipina akan bergabung dengan Afrika Selatan sebagai penerima pertama program percontohan bernilai miliaran dolar AS.

Hal itu bertujuan mempercepat transisi dari tenaga batu bara ke energi bersih.

Empat negara tersebut menyumbang 15 persen emisi global yang terkait dengan batu bara, bahan bakar fosil paling kotor.

Memangkas emisi keempat negara tersebut akan dengan cepat membantu upaya global untuk mewujudkan emisi nol bersih pada 2050 sebagai tujuan utama KTT iklim COP26 PBB yang sedang berlangsung di Glasgow, Skotlandia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan Indonesia berkomitmen untuk memangkas dan mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara dengan energi terbarukan dalam transisi energi.

"Perubahan iklim adalah tantangan global yang perlu disikapi oleh semua pihak dengan memberi contoh," kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif seperti dilansir Antara, Jumat (5/11).

CIF mengatakan Program Percepatan Transisi Batu bara (ACT) adalah program yang pertama menargetkan negara-negara berkembang yang kekurangan sumber untuk membiayai peralihan dari batu bara.

Langkah tersebut dianggap penting guna membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius atau 2,7 derajat Fahrenheit pada 2030.

Afsel mengumumkan pada Selasa bahwa negara tersebut akan menjadi penerima bantuan pertama.

Pembakaran batu bara, sumber tunggal terbesar kenaikan suhu global, menghadapi tantangan kompetitif dari sumber energi terbarukan dengan jumlah pembangkit batu bara yang diperkirakan tumbuh lebih dari dua per tiga secara global pada 2025.

"Batu bara adalah sumber energi beremisi tinggi yang bertentangan dengan masa depan yang ramah iklim," kata Presiden Direktur CIF, Mafalda Duarte.

CIF dibentuk oleh negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2008 untuk membantu negara-negara miskin mempercepat peralihan ke ekonomi karbon rendah.

"Tren pasar mulai ke arah yang benar, namun transisinya belum cukup cepat untuk merespons urgensi krisis iklim," ujarnya.

CIF mengatakan program baru tersebut telah didukung oleh negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7) dan didukung janji keuangan dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, dan Denmark.

CIF akan berinvestasi dalam berbagai proyek mulai dari memperkuat kapasitas domestik negara-negara untuk mengelola transisi energi hingga penonaktifan aset batubara dan menciptakan peluang ekonomi untuk masyarakat yang bergantung pada batu bara.

Proyek tersebut akan berjalan dengan enam bank pembangunan multilateral untuk menawarkan kepada negara-negara transisi batubara suatu perangkat keuangan komprehensif yang mencakup pinjaman pendapatan rendah dan bantuan teknis.