Indikasi Geografis

Indikasi Geografis Batik Indonesia Masih Kalah dengan Malaysia

Indikasi Geografis adalah aspek penting dalam upaya mengembangkan batik agar Indonesia dapat menjaga kelestarian motif batik.

Rahardi Ramelan pada acara Gerakan Batik Nasional (26/7) . Foto: apahabar.com

apahabar.com, JAKARTA - Indikasi Geografis (IG) adalah aspek penting dalam upaya mengembangkan batik agar Indonesia dapat menjaga kelestarian motif batik.

Perkembangan Indikasi Geografis batik Indonesia disebut sangat lambat dan cukup sulit karena letak geografis yang cukup luas.

Anggota Dewan Pembina Yayasan Batik Indonesia (YBI) Prof. Dr. Rahardi Ramelan M. Sc M.E mengatakan Indikasi Geografis (IG) menjadi aspek penting dalam mengupayakan perkembangan batik Indonesia agar dapat menjaga kelestarian motif batik.

Dalam mendapatkan izin di bidang kerajinan, ia mengatakan Indonesia  tertinggal dari negara lainnya seperti Thailand, India dan Vietnam yang sudah banyak mendaftarkan izin indikasi geografis.

Baca Juga: Menilik Batik Sekar Gelatik Khas Magelang yang Diekspor hingga Luar Negeri

Rahardi Ramelan pada acara Gerakan Batik Nasional (26/7) . Foto: apahabar.com

Indikasi geografis dalam pengertian umum adalah tanda yang menunjukkan daerah asal sesuatu barang dan atau produk yang karena faktor lingkungan dan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi kedua faktor tersebut memberikan reputasi kualitas dan karakteristik tertentu pada barang yang bisa dibedakan dengan benda lain.

Definisi yang dianggap sulit ini menurut Rahardi menjadikan Indonesia kesulitan mendapatkan izin indikasi geografis karena perlu membatasi wilayah dengan jelas sesuai produksi barang tertentu.

Menurutnya perkembangan batik di Indonesia masih kalah dibanding dengan negeri tetangga, Malaysia, yang sudah terlebih dahulu mendaftarkan batik Terengganu.

Namun saat ini, Yayasan Batik Indonesia tengah menggebu untuk mendaftarkan batik sebagai pengakuannya kepada dunia.

"Indikasi geografis ini sebenernya sudah masuk ke Undang-undang Merk Dagang Industri dan Kemendikbud," ujar Prof. Dr. Ir. Rahardi Ramelan, M.Sc.ME, selaku Dewan Pembina Yayasan Batik Indonesia pada acara diskusi Gelar Batik Nusantar bertema "Batik, Bangkit!" yang digelar oleh Yayasan Batik Indonesia pada (26/7).

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia di era pemerintahan Presiden B.J Habibie ini mengatakan dorongan dari kelompok yang memiliki kerajinan di daerah tertentu yang bisa mengangkat produknya dan mengusulkan untuk mendapat izin tersebut.

"Yang diingat Indikasi Geografis harus di usulkan dari bawah, harus usul dari kelompok-kelompok yang memiliki kerajinan batik itu mengusulkan melalui tingkat-tingkatnya. Disini kadang ada kesulitan," ucap Rahardi.

Baca Juga: Kisah Haji Samanhudi, Saudagar Batik dari Solo yang Mendirikan Sarekat Islam

Ia juga mengatakan jika batik dari daerah di Indonesia terdaftar dalam Indikasi Geografis bisa menguntungkan tidak hanya dari penjualan produk tapi juga daerah yang mewakilinya.

Hal ini juga bisa meningkatkan kunjungan wisata karena nilai daerahnya bisa naik hingga 10 persen karena Indikasi Geografis.

Ia juga menjelaskan, bahwa untuk menetapkan hal tersebut harus ada usul dari sebuah kelompok perajin, baru diteruska melalui tingkat nasional.

Saat ini Yayasan Batik Indonesia tengah menggandeng beberapa perajin batik untuk mengenalkan batik kepada banyak orang. Beberapa wilayah yang sudah digandeng oleh Yayasan Batik Indonesia adalah Batik Nitik dari Yogyakarta, Batik Complongan dari Indramayu, Batik Besurek dari Bengkulu, serta Sarung Batik Pekalongan dari Pekalongan.