Pertumbuhan Ekonomi

INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Pulih, Tapi Strukturnya Jomplang

Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 sudah mulai pulih ke posisi sebelum Pandemi Covid-19.

Pasar Murah digelar Pemkab Banjar diserbu warga, total 1500 paket bahan pokok penting (Bapokting) tersedia habis dalam tiga jam, Jumat (30/12). Foto-apahabar.com/hendralianor

apahabar.com, JAKARTA – Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 sudah mulai pulih ke posisi sebelum Pandemi Covid-19.

Tapi, jika dilihat rinci, masih banyak sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya belum pulih pada posisi semula.

“Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sudah mencapai 5,4 persen jadi lebih tinggi dari pra pandemi Covid-19, tapi kita lihat strukturnya itu jomplang, jadi yang pulih sepenuhnya itu adalah sektor jasa,” ujarnya dalam diskusi publik Catatan Ekonomi 2023 dari Ekonom Senior INDEF melalui YouTube INDEF, Kamis (5/1).

Baca Juga: Ekonom INDEF Sebut Dua Cara Antisipasi Resesi di Indonesia

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022, masih ditopang oleh sektor jasa, dengan persentase sebesar 6,9 persen.

Sementara untuk sektor penopang utama negara, yaitu barang, masih berada di angka 3,4 persen.

“Jadi pemulihan ekonomi yang terjadi luar biasa di Indonesia itu semakin jomplang, antara sektor jasa dan sektor barang, kenaikan sektor jasanya tinggi, tapi sektor barangnya tersendat-sendat,” ungkapnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap IMF Revisi Ekonomi Global 2,7 Persen

Padahal, penopang ekonomi masyarakat Indonesia masih bertumpu pada sektor penghasil barang.

Tapi, pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong pada sektor jasa, yang seharusnya hanya menjadi pendukung sektor barang.

“Struktur politik lebih banyak mendorong pada kegiatan instan, sehingga lebih mengutamakan sektor jasa karena lebih gampang,” imbuhnya.

Baca Juga: Prediksi Ekonomi 2023 Tumbuh 5 Persen, Celios: Terlalu Optimis

Pemerintah juga seharusnya lebih mendorong pertumbuhan sektor ril, bukan melihat dari kenaikan pasar modal.

“Jadi yang tumbuhnya ini wall street, tapi main streetnya masih terseok-seok, dan belum pulih dari kondisi sebelum pandemi Covid-19,” tutupnya.