IMF Desak Indonesia Setop Hilirisasi Tambang, Menteri Bahlil: Keliru!

Pemerintah Indonesia secara tegas menolak desakan International Monetary Fund (IMF) terkait penghapusan kebijakan hilirisasi tambang yang dilakukan Jokowi.

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia saat ditemui usai Rapat Terbatas Perdagangan Karbon di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (3/5/2023). Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia secara tegas menolak desakan International Monetary Fund (IMF) terkait penghapusan kebijakan hilirisasi tambang yang dilakukan Presiden Joko Widodo.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, mengatakan rekomendasi IMF keliru besar karena hilirisasi memberikan dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia.

Ia menyinggung masa lalu Indonesia yang sempat menjadi pasien IMF karena mengutang pada krisis ekonomi tahun 1998, namun justru memperburuk keadaan.

“Utang kita sudah selesai, ya. Maaf. Kita harus terima kasih sama pemerintahan sebelum Pak Jokowi, yaitu di zamannya Pak SBY. Itu berhasil selesaikan utang kita karena menurut kajian mereka juga ini kayak lintah darat,” ucap Bahlil dilansir Republika, Sabtu (1/7).

Bahlil menuturkan, banyak paket kebijakan ekonomi yang disarankan oleh IMF tidak cocok dengan kondisi Indonesia.

Dahulu, kata Bahlil, IMF merekomendasikan penutupan industri seperti yang dialami PT Dirgantara Indonesia. Bantuan sosial ditutup hingga bunga kredit dinaikkan.

“Daya beli masyarakat lemah, di situ cikal-bakal terjadi deindustrialisasi. Apa yang terjadi? Negara kita lambat menuju pertumbuhan ekonomi. Di tahun yang sama, Malaysia menolak rekomendasi IMF,” katanya.

Bahlil menyampaikan, penyetopan ekspor bahan mentah untuk demi hilirisasi di dalam negeri telah memberikan dampak besar bagi Indonesia.

Khususnya untuk komoditas nikel yang pertama kali diterapkan sejak 1 Januari 2020.

Tercatat, ekspor komoditas nikel periode 2017-2018 hanya sekitar 3,3 juta dolar As per tahun.

Namun, begitu penyetopan dilakukan yang dilanjutkan hilirisasi menjadi barang setengah jadi, nilai ekspor naik 10 kali lipat menjadi 30 miliar dolar AS.

Di sisi lain, hilirisasi nikel juga memperkecil defisit perdagangan RI-China. Tercatat pada 2016-2017 angka defisit dagang tembus 18 miliar dolar AS.

Namun, dengan hilirisasi nikel defisit dagang 2022 dengan China turun menjadi 1,5 miliar dolar AS dan surplus 1 miliar dolar AS untuk kuartal pertama 2023.

“Jadi IMF katakan negara kita rugi, ini di luar nalar berpikir sehat saya,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menambahkan, Indonesia juga berhasil mencapai target pendapatan negara dalam dua tahun terakhir.

Hilirisasi membantu Indonesia untuk melakukan pemerataan pertumbuhan ekonomi, terutama pada wilayah yang menjadi penghasil utama komoditas tambang.

Sulawesi Tengah kini mencatatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 22,3 persen, diikuti Maluku Utara 10,4 persen, dan Sulawesi Tenggara 6,7 persen.

Seluruh pertumbuhan tersebut di atas dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional pada level lima persen.

Bahlil mengakui, dalam konteks penerimaan negara untuk pajak ekspor komoditas memang berkurang.

Namun, ketika hilirisasi dilakukan, pemerintah mengantongin pendapatan dari Pajak Penghasilan Badan, Pajak Pertambahan Nilai, PPh Pasal 21, serta penciptaan lapangan pekerjaan di dalam negeri.