Transisi Energi

IESR Dorong Transisi Energi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batu Bara

IESR baru saja meluncurkan kajian berjudul Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim.

IESR memandang mitigasi dampak transisi energi di daerah penghasil batubara, perlu menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah. Foto: IESR

apahabar.com, JAKARTA -  Institute for Essential Services Reform (IESR) baru saja meluncurkan kajian berjudul Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim.

Adapun lokasi penelitian di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menegaskan, studi tersebut menunjukkan bahwa daerah penghasil batu bara berpotensi berkontribusi terhadap transisi ekonomi menuju energi bersih.

Beberapa hal yang menjadi potensi berjalannya transisi energi di antaranya timbulnya kesadaran untuk tidak bergantung pada satu sumber pendapatan daerah saja, seperti hanya pada sektor batu bara, adanya inisiatif perusahaan untuk mengembangkan bisnis di luar batubara dan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dapat menjadi sumber pendanaan untuk pemberdayaan masyarakat.

Baca Juga: Suntik Mati PLTU Cirebon-1, IESR: Jauh dari Target Ambisi

Namun demikian, kata Fabby, potensi tersebut belum optimal karena beberapa hambatan, seperti terbatasnya kewenangan pemerintah daerah, kurangnya kapasitas keuangan, dan kurangnya infrastruktur kesehatan dan pendidikan.

“Pemerintah perlu memperhatikan fenomena transisi energi di daerah penghasil batu bara agar dampaknya dapat ditanggulangi. Saat ini Indonesia masih memiliki waktu untuk mempersiapkan proses transisi energi, namun waktunya tidak cukup lama," ujar Fabby pada media dialogue berjudul 'Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara di Indonesia: Studi Kasus Kab. Muara Enim dan Kab. Paser' di Jakarta, Selasa (21/11).

Fabby mengingatkan, jangan sampai saat industri batu bara berakhir, daerah tidak siap untuk melakukan transformasi. "Pemahaman yang tepat terkait konteks transisi energi di daerah perlu dikuasai oleh pemerintah pusat sehingga dapat melakukan intervensi aktif di daerah penghasil batubara,” terangnya.

Kajian tersebut, papar Fabby, menemukan bahwa kurangnya diversifikasi ekonomi dan pengembangan industri di wilayah penghasil batu bara. Sebagian besar batu bara yang diproduksi di Paser dan Muara Enim diekspor ke daerah lain dan belum mendorong pengembangan industri di daerah tersebut.

Baca Juga: 3 Catatan IESR Usai Jokowi Resmikan PLTS Cirata

Perkembangan industri juga lambat di kedua wilayah, terutama di Paser, di mana produk domestik regional bruto (PDRB) industri manufaktur masih lebih rendah daripada pertanian. Di Muara Enim, kurangnya peluang ekonomi yang layak juga disebabkan oleh terbatasnya lahan pertanian, terutama perkebunan karet, sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan dari perkebunan menjadi area konsesi pertambangan.

Pelibatan masyarakat terdampak dengan mengedepankan aspek berkeadilan dalam proses transisi energi menjadi krusial sehingga dapat beralih dari sistem ekonomi padat fosil ke ekonomi yang berkelanjutan. Foto: IESR

Untuk itu, IESR mendorong pemerintah pusat dan daerah dapat melakukan transformasi ekonomi dengan sektor keunggulan di setiap daerah penghasil batu bara.

"Misalnya saja sektor keunggulan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur yakni pendidikan dan jasa keuangan. Sementara itu, sektor keunggulan di Kabupaten Muara Enim,  Sumatera Selatan yakni akomodasi dan jasa makanan karena kinerjanya yang lebih baik dibandingkan dengan daerah sekitarnya,” terang Martha Jesica, Analis Sosial dan Ekonomi, IESR.

Senada, Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Paser Rusdian Noor berharap agar akselerasi transisi energi di daerah penghasil batu bara diiringi dengan dukungan dari pemerintah pusat untuk investasi dan inovasi teknologi.

Baca Juga: IESR Dorong Indonesia Komit pada Agenda Transisi Energi di ASEAN

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kab Paser pada tahun 2022 digunakan untuk membiayai pembangunan daerah sekitar 75% dari pendapatan dan disumbang paling besar oleh pertambangan.

"Transisi energi dengan diversifikasi sektor ekonomi harus mampu memenuhi 75% PDR sehingga kami tidak kehilangan daya dalam melaksanakan pembangunan,” ujar Rusdian.

Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Muara Enim Mat Kasrun berharap agar pihaknya dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan terkait transisi energi dan kewenangan pengembangan energi baru dan terbarukan. Ia juga berharap dukungan dari pemerintah pusat seperti diberikan keleluasaan dalam wewenang atau perizinan dalam pengembangan sektor ekonomi baru di daerah.