Idulfitri dan Beberapa Amalan Utama Rasulullah

Islam mengajarkan tentang beberapa hal agar kita mengisi momen Idulfitri dengan gembira tapi juga bernilai ibadah.

BERGEMBIRA di Hari Raya Idulfitri.(Foto: blog.bankmega.com)

bakabar.com, BANJARMASIN – Insya Allah besok, Rabu 10 April 2024, umat Islam Indonesia dan negara-negara lain merayakan Idulfitri 1445 Hijriah. Hari raya Idulfitri merupakan momen seluruh umat Islam bersuka cita menyambut hari kemenangan. Islam mengajarkan tentang beberapa hal agar kita mengisi momen lebaran tersebut dengan gembira tapi juga bernilai ibadah.

Dikutip dari buku How Did the Prophet & His Companions Celebrate Eid?, yang dilansir kemenag.go.id,  â€‹â€‹â€‹â€‹â€‹Rasulullah s.a.w dan umat Islam pertama kali menggelar perayaan Idulfitri pada tahun kedua Hijriyah (624 M) atau seusai Perang Badar.

Dari beberapa riwayat disebutkan bahwa ada beberapa hal yang dilakukan Rasulullah s.a.w untuk menyambut dan merayakan hari raya Idulfitri.

1. Perbanyak Membaca Takbir

Diriwayatkan bahwa Rasulullah s.a,w mengumandangkan takbir pada malam terakhir Ramadan hingga pagi hari satu Syawal. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

Artinya, “Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 185).

Ada dua jenis takbir Idulfitri. Pertama, muqayyad (dibatasi), yaitu takbir yang dilakukan setelah shalat, baik fardhu atau sunnah. Setiap selesai shalat, dianjurkan untuk membaca takbir. Kedua, mursal (dibebaskan), yaitu takbir yang tidak terbatas setelah shalat, bisa dilakukan di setiap kondisi.

Takbir Idulfitri bisa dikumandangkan di mana saja, di rumah, jalan, masjid, pasar atau tempat lainnya. Kesunnahan takbir Idulfitri dimulai sejak tenggelamnya matahari pada malam 1 Syawal sampai takbiratul Ihramnya Imam shalat Id bagi yang berjamaah, atau takbiratul Ihramnya mushalli sendiri, bagi yang shalat sendirian.

Pendapat lain menyatakan waktunya habis saat masuk waktu shalat Id yang dianjurkan, yaitu ketika matahari naik kira-kira satu tombak (+ 3,36 M), baik Imam sudah melaksanakan Takbiratul Ihram atau tidak. (Syekh Sa’id Bin Muhammad Ba’ali Ba’isyun, Busyra al-Karim, hal. 426).

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamd.

Artinya: "Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tiada Tuhan selain Allah. Allah maha besar, segala puji bagi-Nya."


2. Berhias dan Memakai Pakaian Terbaik

Idulfitri adalah waktunya berhias dan berpenampilan sebaik mungkin untuk menampakan kebahagiaan di hari yang berkah itu. Berhias bisa dilakukan dengan membersihkan badan, memotong kuku, memakai wewangian terbaik dan pakaian terbaik.

Lebih utama memakai pakaian putih, kecuali bila selain putih ada yang lebih bagus, maka lebih utama mengenakan pakaian yang paling bagus, semisal baju baru. Dari keterangan ini dapat dipahami bahwa tradisi membeli baju baru saat lebaran menemukan dasar yang kuat dalam teks agama, dalam rangka menebarkan syiar kebahagiaan di hari raya Idulfitri.

Kesunnahan berhias ini berlaku bagi siapapun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksnaan salat Idulfitri. Khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat, seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).

3. Makan sebelum Salat Idulfitri

Salah satu hari yang diharamkan berpuasa adalah hari raya Idulfitri. Bahkan, dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa berniat tidak puasa pada saat hari Idulfitri itu pahalanya seperti orang yang sedang puasa di hari-hari yang tidak dilarang.

Sebelum shalat Idulfitri, Rasulullah s.a.w biasa memakan kurma dengan jumlah yang ganjil; tiga, lima, atau tujuh. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa:

"Pada waktu Idulfitri Rasulullah s.a.w tidak berangkat ke tempat shalat sebelum memakan beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

4. Salat Idulfitri

Rasulullah menunaikan shalat Idulfitri bersama dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya, baik laki-laki, perempuan, atau pun anak-anak. Rasulullah memilih rute jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang dari tempat dilangsungkannya shalat Idulfitri.

Rasulullah juga mengakhirkan pelaksanaan shalat Idulfitri, biasanya pada saat matahari sudah setinggi tombak atau sekitar dua meter. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam memiliki waktu yang cukup untuk menunaikan zakat fitrah.

5. Mendatangi Tempat Keramaian

Suatu ketika saat hari raya Idulfitri, Rasulullah menemani Aisyah mendatangi sebuah pertunjukan atraksi tombak dan tameng. Bahkan saking asyiknya, sebagaimana hadist riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Aisyah sampai menjengukkan (memunculkan) kepala di atas bahu Rasulullah sehingga dia bisa menyaksikan permainan itu dari atas bahu Rasulullah dengan puas.

6. Mengunjungi Rumah Sahabat

Tradisi silaturahim saling mengunjungi saat hari raya Idulfitri sudah ada sejak zaman Rasulullah. Ketika Idulfitri tiba, Rasulullah mengunjungi rumah para sahabatnya. Begitu pun para sahabatnya. Pada kesempatan ini, Rasulullah s.a.w dan sahabatnya saling mendoakan kebaikan satu sama lain. Sama seperti yang dilakukan umat Islam saat ini. Datang ke tempat sanak famili dengan saling mendoakan.

7. Tahniah (Memberi Ucapan Selamat)

Hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiraan. Karena itu, dianjurkan untuk saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih saat hari raya. Di antara dalil kesunnahannya adalah beberapa hadits yang disampaikan al-Imam al-Baihaqi, dalam kitab sunahnya menginventarisir beberapa hadits dan ucapan para sahabat tentang tradisi ucapan selamat di hari raya.

Meski tergolong lemah sanadnya, namun rangkaian beberapa dalil tersebut dapat dibuat pijakan untuk persoalan ucapan hari raya yang berkaitan dengan keutamaan amal ini.

Argumen lainnya adalah dalil-dalil umum mengenai anjuran bersyukur saat mendapat nikmat atau terhindari dari mara bahaya, seperti disyariatkannya sujud syukur. Demikian pula riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang kisah taubatnya Ka’ab bin Malik setelah beliau absen dari perang Tabuk, Talhah bin Ubaidillah memberinya ucapan selamat begitu mendengar pertaubatnya diterima.

Ucapan selamat itu dilakukan dihadapan Nabi dan beliau tidak mengingkarinya. Tidak ada aturan baku mengenai redaksi ucapan selamat ini. Salah satu contohnya “taqabbala allâhu minnâ wa minkum”, “kullu ‘âmin wa antum bi khair”, “selamat hari raya Idulfitri”, “minal aidin wa al-faizin”, “mohon maaf lahir batin”, dan lain sebagainya.

Pada prinsipnya, setiap kata yang ditradisikan sebagai ucapan selamat dalam momen hari raya, maka sudah bisa mendapatkan kesunnahan tahniah ini. Bahkan, Syekh Ali Syibramalisi menegaskan tahniah juga bisa diwujudkan dalam bentuk saling bersalam-salaman. Karena itu, sangat tidak tepat klaim dari sebagian kalangan bahwa ucapan selamat hari raya yang berkembang di Indonesia tidak memiliki dasar dalil agama. Berkaitan dengan ihwal tahniah ini, Syekh Abdul Hamid al-Syarwani menegaskan:

“Sebuah penutup. Al-Qamuli berkata, aku tidak melihat dari para Ashab (ulama Syafi’iyah) berkomentar tentang ucapan selamat hari raya, beberapa tahun dan bulan tertentu seperti yang dilakukan banyak orang. Tetapi al-Hafizh al-Mundziri mengutip dari al-Hafizh al Maqdisi bahwa beliau menjawab masalah tersebut bahwa orang-orang senantiasa berbeda pendapat di dalamnya. Pendapatku, hal tersebut hukumnya mubah, tidak sunnah, tidak bid’ah.”

 “Al-Syihab Ibnu Hajar setelah menelaah hal tersebut menjawab bahwa tahniah disyariatkan. Beliau berargumen bahwa al-Baihaqi membuat bab tersendiri tentang tahniah, beliau berkata; bab riwayat tentang ucapan manusia satu kepada lainnya saat hari raya; semoga Allah menerima kami dan kalian; Ibnu Hajar menyebutkan statemen al-Baihaqi tentang hadits-hadits dan ucapan para sahabat yang lemah (riwayatnya), akan tetapi rangkain dalil-dalil tersebut bisa dibuat argumen dalam urusan sejenis tahniah ini”.

Demikian penjelasan mengenai hal-hal yang disunnahkan saat hari raya Idulfitri. Semoga di hari yang fitri, kita kembali bersih dari segala dosa dan segala penyakit hati.