Nasional

Hujan Ekstrem di Semarang Disebut Terjadi 50 Tahun Sekali

apahabar.com, BANJARMASIN – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut hujan ekstrem di Semarang, Jawa Tengah,…

ilustrasi hujan.Sumber: pixabay

apahabar.com, BANJARMASIN – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut hujan ekstrem di Semarang, Jawa Tengah, jarang terjadi. Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto mengklaim intensitas hujan ekstrem itu diproyeksi terjadi sekali dalam 50 tahun.
Hujan ekstrem tersebut disebut sebagai pemicu terjadinya banjir yang menerjang sejumlah wilayah di Semarang sejak Sabtu (6/2) kemarin.

“Hujan di atas 150 milimeter di Semarang ini secara statistik ekstrem memiliki periode ulang 50 tahunan. Artinya peluangnya 1/50 atau terjadi sekali dalam 50 tahun. Termasuk hujan ekstrem yang jarang terjadi,” kata Siswanto secara tertulis, Minggu (7/2).

Siswanto menerangkan intensitas hujan terpantau hingga 171 milimeter di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani, 173 milimeter di Stasiun Klimatologi, dan 183 milimeter di

Pos Hujan Beringin Kecamatan Ngaliyan pada periode sebelum banjir menggenang. Intensitas terendah didapati di Pos Hujan Meteseh, Kecamatan Tembalang dengan 69 milimeter. Kondisi ini didukung oleh air laut yang sedang pasang hingga ketinggian 1,4 meter yang menyebabkan rob. Sehingga, menurut Siswanto, air banjir di daratan pun tidak mengalir ke laut.

“Selain itu, Semarang juga memiliki problem penurunan tanah seperti Jakarta. Bahkan beberapa desa di Pantura Semarang sudah ada yang hilang terendam laut,” lanjut Siswanto.

Menurut dia, peluang terjadinya hujan, sesungguhnya ada di wilayah utara Jawa dan selatan Jawa. Tapi sebaran hujan yang tidak merata menimbulkan potensi banjir. Di beberapa wilayah, curah hujan bisa mencapai 100-150 milimeter per hari.

BMKG juga mencatat hujan kerap terjadi pada sore hingga malam hari. Siswanto menjelaskan, kondisi ini disebabkan mekanisme konvektif lokal yang identik dengan karakteristik hujan di negara maritim. Hujan konvektif merupakan hujan yang bersumber dari awan dari penguapan laut, danau maupun evapotranspirasi. Umumnya, penguapan ini terjadi ketika pemanasan pada siang hari tapi kondisi udara lembab.

Pada puncak musim hujan, kondisi konvektif lokal di Pulau Jawa berhadapan dengan fenomena pertemuan angin. Sehingga mengakibatkan penumpukan dan memicu tumbuhnya awan hujan yang berakibat pada peningkatan intensitas hujan.

Sebelumnya, sejumlah daerah di Indonesia mengalami bencana banjir seiring memasuki musim penghujan. Beberapa wilayah yang disoroti di antaranya Semarang dan Kalimantan Selatan. BMKG menyatakan ketika banjir terjadi, kondisi cuaca di kedua wilayah itu tergolong ekstrem.