Hmmm... Hingga Agustus 2023, Angka Perceraian di Banjarmasin Tembus 600 Kasus

Jumlah janda di Kota Banjarmasin tahun ini tembus 600 orang lebih. Faktor ekonomi dan perselingkuhan menjadi alasan wanita gugat cerai.

Ilustrasi Wanita Gugat Cerai. Foto: Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN - Kasus perceraian di Kota Banjarmasin tahun ini terus mengalami kenaikan. Terhitung dari awal Januari hingga memasuki Agustus 2023 jumlahnya telah mencapai 600 kasus lebih.

Meminjam data dari Pengadilan Agama Kota Banjarmasin, angka perceraian di Kota Banjarmasin hingga Rabu (9/8/2023) kemarin mencapai 639 perkara yang telah diputus dari 736 perkara.

Dari data tersebut, diketahui pihak perempuan lebih mendominasi mengajukan perceraian dengan angka 581 gugatan sejak Januari-Agustus 2023. Kondisi itu berbanding terbalik dengan pihak laki-laki yang mengajukan talak perceraian dengan hanya 115 kasus. 

Juru Bicara Pengadilan Agama Kota Banjarmasin, H Mahalli mengatakan, alasan paling umum pada sidang perceraian, yaitu karena adanya pertengkaran yang bersumber dari faktor ekonomi seperti tidak diberi nafkah dan faktor orang ketiga (perselingkuhan).

“Pasangan yang bercerai merupakan kalangan usia dari 30-50 tahun, akan tetapi dari kalangan usia muda seperti di bawah 30 tahun juga tidak sedikit,” kata dia saat ditemui apahabar.com, Kamis (10/8/2023).

Hakim Pengadilan Agama Kota Banjarmasin itu juga menambahkan, bahwa pada umumnya terjadinya perceraian itu karena rumah tangga tidak siap untuk menghadapi permasalahan, baik dari pernikahan baru maupun pernikahan yang sudah lama.

Perceraian dapat diputuskan oleh hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 19 PP Nomor 9 tahun 1975 apabila:

(1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

(2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

(3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

(4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

(5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

(6) Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

H. Mahalli juga berpesan, walau pada setiap sidang akan dilakukan mediasi antara kedua belah pihak (suami dan istri), tapi alangkah baiknya setiap urusan rumah tangga agar dapat mempertimbangkan untuk menyesaikan masalah, agar tidak terjadi perceraian.

“Karena angka gugat yang mencapai lebih dari 500 itu bukanlah angka yang sedikit, dan tentunya masih akan terus bertambah hingga akhir tahun nanti,” tutupnya.