Hati-Hati! Bahaya Perangkap Pinjol demi Gaya Hidup

Pinjaman online (pinjol) seringkali dilatarbelakangi hasrat untuk memenuhi gaya hidup.

Ilustrasi Terjerat Pinjaman Online (Foto: dok. momiesdiary)

apahabar.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima 49.108 pengaduan terkait pinjaman online (pinjol) dalam kurun dua tahun terakhir. Salah satunya, boleh jadi, datang dari Afifah – seorang guru honorer di Semarang.

Sebagaimana dituturkan kompas.com, semua itu bermula saat Afifah meninjam uang senilai Rp5 juta dari sebuah aplikasi pinjol. Dalihnya, dia perlu uang untuk membeli kebutuhan sang buah hati. Hari demi hari berlalu, dirinya malah terjerat utang mencapai Rp206 juta.

Selain faktor ekonomi, tak dapat dipungkiri bahwa pinjol seringkali dilatarbelakangi hasrat untuk memenuhi gaya hidup. Hal ini sebagaimana yang dikatakan ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat, Hidayatullah Muttaqin.

Menurutnya, perangkap pinjol yang marak memakan korban turut didorong oleh gaya hidup di luar batas kemampuan finansial. “Orang yang menonjolkan gaya hidup di luar batas keuangan menyebabkan ekonominya lebih besar pasak daripada tiang,” ujar dia, seperti dilansir dari republika.com, Kamis (3/11).

Pada titik inilah, sambung Muttaqin, mereka tergoda tawaran pinjaman mudah tanpa syarat. Terlebih lagi, literasi terkait perusahaan teknologi finansial dan teknologi digital masih rendah, sehingga masyarakat mudah terjerat perangkap pinjol ilegal.

Pernyataan Muttaqin yang demikian, faktanya, diamini oleh Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi. Dia menuturkan bahwa ada masyarakat yang meminjam dana pinjol demi memenuhi gaya hidup.

“Tapi sedihnya dana ini untuk memenuhi gaya hidup, bukan kebutuhan,” tutur Friderica. Dia pun sangat menyangkan kejadian tersebut.

Cara Mencegah ‘Rayuan’ Pinjol demi Gaya Hidup

Agar perangkap pinjol tak lagi menjerat orang-orang yang ingin bergaya hidup hedon, mereka harus betul-betul membatasi antara keinginan dan kebutuhan. “Memahami kebutuhan vs keinginan perlu dilakukan,” tegas CEO Zap Finance, Prita Hapsari Ghozie.

Perencana keuangan itu mengatakan gaya hidup konsumtif adalah hal yang tak baik dilakukan, sebab akan membebani finansial di masa depan. Terlebih bila sampai terlilit utang, tentunya ini bakal menghambat tujuan keuangan.

Sebab itu, Prita mewanti-wanti masyarakat untuk mengurangi belanja konsumtif yang tak sesuai dengan kemampuan finansial. Aturlah keuangan sedemikian rupa agar tergambar dengan jelas, apakah pemasukan bisa mencukupi keinginan juga atau tidak.

Selain itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad), Hamzah Ritchi, berpesan agar masyarakat tak termakan iming-iming bunga pinjol yang rendah, persyaratan mudah, hingga proses pencairan dana yang cepat.

Pasalnya, hal tersebut bisa menjadi bom waktu. “Kecenderungan (masyarakat) yang konsumtif menjadi bumerang bagi peminjam yang cepat silau dengan uang di tangan,” ungkapnya, seperti dikutip dari laman unpad.ac.id.

Ritchi pun mewanti-wanti masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangan. Diperlukan juga sikap yang bijak dalam memanfaatkan dana pinjaman, manakala yang bersangkutan sudah terlanjur melakukan pinjol.