Hari Malaria Sedunia: Kenapa Papua Jadi 'Penyumbang' Terbesar di Indonesia?

Tanggal 25 April diperingati sebagai Hari Malaria Sedunia. Peringatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik akan bahaya penyakit malaria.

Ilustrasi malaria. Foto: Kompas.

apahabar.com, JAKARTA - Tanggal 25 April diperingati sebagai Hari Malaria Sedunia. Peringatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik akan bahaya penyakit malaria. 

Hari Malaria Sedunia pertama kali dimulai sebagai Hari Malaria Afrika. Sesuai namanya, momen itu diperingati pemerintah negara-negara Afrika sejak 2001. Peringatan ini baru mendunia pada 2008.

Kala itu, Majelis Kesehatan Dunia, dalam sidangnya yang ke-60, mengubah Hari Malaria Afrika menjadi Hari Malaria Sedunia. Inisiatif ini guna membantu memerangi penyakit tersebut secara global.

Gangguan tersebut sebenarnya sudah eksis sejak 2700 SM. Namun, penyakit yang bersumber dari nyamuk Anopheles ini baru mulai menghebohkan di era 1800-an, ketika parasitologist asal Prancis, CLA Laveran, menemukan adanya parasit dalam tubuh seorang pasien.

Di Indonesia sendiri, penyakit malaria baru dikenal pada 1852. Cirebon menjadi daerah pertama yang kedatangan kasus itu. Insektisida DDT dan Dieldrin pun disemprotkan di berbagai wilayah Jawa, dengan harapan dapat memberantas malaria.

Sayang, hingga kini, malaria masih ‘menghantui’ Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyebut kasus malaria masih cukup tinggi, di mana per 2021, dilaporkan 811.636 estimasi kasus malaria baru.

Dari jumlah tersebut, Papua menjadi penyumbang kasus malaria terbesar. “89% dari kasus malaria di Indonesia terjadi di Provinsi Papua," terang WHO dalam laman resminya, dikutip Selasa (25/4).

Kenapa Banyak Malaria di Papua?

Junaidi dkk dalam jurnal Analisis Faktor Resiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Bhee Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat (2015) menyebut malaria merupakan penyakit tropik yang, sampai saat ini, masih tersebar di daerah tropis maupun subtropis.

Daerah tersebut merupakan wilayah dengan endemis yang tinggi terhadap nyamuk Anopheles, penyebab malaria. Adapun salah satu hal yang membuat daerah timur Indonesia rawan malaria adalah faktor geografis dan budaya.

Di wilayah tersebut, masih banyak warganya yang tinggal berdekatan dengan kebun, rawa, ataupun pepohonan. Padahal, ini dapat menjadi sarang nyamuk yang lantas meningkatkan risiko malaria.

Selain itu, faktor udara yang lebih panas di malam hari juga dapat memengaruhi risiko tingginya malaria. Warga di daerah tersebut enggan menggunakan kelambu, yang bisa mencegah gigitan nyamuk.

Edukasi terkait risiko dari bahaya malaria pun masih terbatas karena kurangnya pemerataan informasi. Minimnya warga yang mendapatkan imunisasi, membuat risiko terjangkit malaria terus meningkat. 

Bukan cuma Papua, wilayah timur Indonesia lainnya juga mengalami hal serupa. Daerah itu meliputi Nusa Tenggara Timur dan Maluku.