Perayaan Unik

Hari Janda Sedunia: Upaya Berdaya dalam Kepungan Stigma

Janda adalah nasib buruk. Gagasan suram itu  berakar dari balutan patriarkisme yang memposisikan perempuan, yang ditinggal mati suami atau karena perceraian

Ilustrasi Janda. Foto: Net.

apahabar.com, JAKARTA - Janda adalah nasib buruk. Gagasan suram itu  berakar dari balutan patriarkisme yang memposisikan perempuan, yang ditinggal mati suami atau karena perceraian, terperosok ke kubangan stigma negatif. 

Tak sedikit masyarakat, memandang status janda dengan konstruksi menyimpang, bahkan mencoreng kualitas dan kemampuan seorang perempuan. Lebih jauh, status janda juga dijadikan bahan lelucon dengan melontarkan celetukan-celetukan yang merendahkan.

Melalui jurnal Perempuan Janda: Antara Diskriminasi, Stigmatisasi dan Kebutuhan Hukum (2016), Prof Sri Edi Swasono menerangkan bahwa janda seringkali mengalami diskriminasi dan stigmatisasi sosial di Indonesia, terutama dalam hal pernikahan dan hubungan sosial.

Menurut pakar sosiologi itu, masyarakat masih terjebak dalam pandangan menilai janda sebagai sosok yang kurang berharga. Ini membuktikan masih perlu adanya upaya perbaikan dan perubahan pandangan demi peningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan para janda di Indonesia.

Di dunia, riset yang dilakukan oleh University of Maryland menunjukkan bahwa janda sering mengalami diskriminasi dalam hal mendapatkan pekerjaan. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan lebih cenderung merekrut wanita yang belum menikah atau yang telah bercerai daripada janda yang memiliki anak.

Realitas pahit yang dihadapi janda menjadikannya sebuah isu besar yang mencetuskan gerakan humanis di seluruh dunia lewat perayaan International Widows' Day.

Pada tahun 2023 ini, peringatan Hari Janda Sedunia mengusung tema: Invisible Women, Invisible Problems atau Wanita Tak Terlihat, Masalah Tak Terlihat.

Sejarah Hari Janda Sedunia

Raj Loomba saat upacara kematian sang Ibunda (1992). Foto: Forbes.

Melansir History of International Widows Day, Hari Janda Sedunia diperingati setiap tahun pada tanggal 23 Juni untuk menghormati janda-janda di seluruh dunia, serta meningkatkan kesadaran tentang hak-hak mereka yang sering terabaikan.

Sejarah Hari Janda Sedunia bermula dari perjuangan Loomba Foundation, sebuah organisasi amal yang didirikan oleh Raj Loomba, seorang pengusaha asal India yang berbasis di Inggris.

Pada tahun 1992, ibu Raj, Shrimati Pushpa Wati Loombaba meninggal dunia akibat kanker. Sebagai seorang janda, Veena menghadapi diskriminasi dan kesulitan finansial yang sering dialami oleh janda-janda di India dan negara-negara berkembang lainnya. Hal ini membuat Raj merasa terpanggil untuk membantu janda-janda yang sedang berjuang.

Pada tahun 2005, melalui Loomba Foundation, Raj mendapat dukungan dari PBB untuk memperjuangkan hak-hak janda tanpa terkecuali. Pada bulan Desember tahun yang sama, Majelis Umum PBB menetapkan tanggal 23 Juni sebagai Hari Janda Sedunia.

Keputusan ini diambil setelah Loomba Foundation melakukan kampanye selama 10 tahun untuk mengumpulkan dukungan internasional untuk janda-janda di seluruh dunia. Tujuan dari Hari Janda Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang situasi yang dihadapi oleh janda-janda di seluruh dunia. 

Janda dalam Kepungan Stigma

Ilustrasi janda. Foto: Net.

Menukil The Stigma of Being a Widow dalam laman Psicology Today, stigma negatif terhadap janda, berasal dari stereotipe dan diskriminasi terhadap perempuan dalam masyarakat. Beberapa faktor yang mencuatkan stigma negatif terhadap janda di antaranya:

1. Budaya Patriarki

Di banyak masyarakat, perempuan masih dianggap sebagai pihak yang lemah dan dilihat sebagai milik laki-laki. Ketika suami meninggal, janda mungkin dianggap tidak memiliki perlindungan dan tidak mampu memenuhi harapan sosial yang diberikan pada perempuan.

2. Stigma Seksual

Janda seringkali dianggap memiliki motivasi seksual yang lebih tinggi daripada perempuan lainnya. Hal ini mungkin terkait dengan stereotipe bahwa janda merasa kesepian dan mencari pengganti suami mereka.

3. Stigma Sosial

Janda seringkali dianggap sebagai orang yang tidak memiliki nilai dalam masyarakat karena mereka tidak memiliki pasangan atau suami. Hal ini dapat menyebabkan mereka diabaikan atau dianggap tidak penting.

4. Mitos dan Prasangka

Terkadang, janda dianggap sebagai pembawa sial atau bencana, atau mungkin dianggap sebagai orang yang tidak pantas untuk menikah lagi.

Stigma negatif terhadap janda sangat tidak adil dan tidak berdasar pada kenyataan. Janda dapat memiliki kehidupan yang bahagia dan sukses seperti perempuan lainnya, dan mereka layak dihargai dan dihormati seperti orang lain.