Hari Antikorupsi Sedunia, Seremonial Belaka?

Tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia). Sayang, pada praktiknya, peringatan ini masih sebatas seremonial belaka

Hari Antikorupsi Sedunia diperingati setiap tanggal 9 Desemner. Foto: Dok. PTUN.

apahabar.com, JAKARTA - Tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia). Peringatan ini bertujuan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran publik akan bahaya tindak penyalahgunaan uang negara, perusahaan, ataupun organisasi.

Korupsi sendiri berdampak negatif pada setiap aspek masyarakat, termasuk menyebabkan ketidakstabilan yang membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi. Tindakan ini juga berpotensi melemahkan institusi demokrasi dan supremasi hukum.

Sebab itulah, pada 31 Oktober 2003 lalu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar konvensi melalui Resolusi 58/4. Selang 40 hari kemudian, lembaga ini menyetujui Perjanjian Antikorupsi yang diteken di Merida, Meksiko.

Meski ditetapkan pada 9 Desember 2003, Hari Antikorupsi Sedunia pertama kali diperingati mulai 2005. Momen ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap korupsi serta peran konvensi dalam memerangi dan mencegahnya.

Kasus Korupsi Paling Fenomenal di Dunia

Sayang, pada praktiknya, Hari Antikorupsi Sedunia masih sebatas seremonial belaka. Tak sedikit kasus korupsi yang terus menyeruak, bahkan sampai merugikan negara.

Kasus Siemens, misalnya, adalah korupsi terbesar di Jerman yang melibatkan perusahaan Siemens Aktiengesellschaft. Sejak 2001 - 2007, perusahaan ini menyogok pemerintah dan pegawai perusahaannya yang berada di berbagai negara.

Tak tanggung-tanggung, kasus suap itu diketahui menghabiskan uang sekitar USD1,36 miliar. Penyogokkan tersebut, dalihnya, sebagai pajak perusahaan yang dikenal sebagai “nützliche aufwendungen” atau “pengeluaran yang bermanfaat.”

Kasus Siemens lantas tak ubahnya merugikan negara tempat perusahaan itu berdiri. Begitu pun dengan Nigeria, yang terseok-seok membayar ‘warisan’ dari mantan pemimpinnya yang korupsi.

Adalah Sani Abacha, Presiden Nigeria yang melakukan korupsi sebesar USD3 miliar sampai USD5 miliar atau sekitar Rp43 triliun sampai Rp72 triliun selama dirinya menjabat mulai 1993 - 1998. 

Pada 2014, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengungkapkan bahwa lebih dari USD458 juta telah dibekukan oleh Abacha bersama para komplotannya di seluruh dunia.

Kasus korupsi terbesar selanjutnya melibatkan organisasi sepak bola dunia, FIFA. Pada 27 Mei 2015 lal, sembilan pejabat dan mantan pejabat organisasi itu didakwa atas tuduhan pemerasan dan pencucian uang. 

Akibat kasus yang demikian, kepercayaan publik terhadap FIFA pun menurun. Sebagaimana yang dikemukakan Transparency International dan Forza Football, platform opini penggemar sepak bola dengan lebih dari 3 juta pelanggan.

Mereka melakukan survei terhadap 25.000 penggemar di lebih dari 50 negara pada 2017. Hasilnya, sebanyak  53 persen penggemar tidak percaya pada FIFA dan hanya seperempat penggemar secara global berpikir bahwa presiden yang baru terpilih kembali, Gianni Infantino, mengembalikan kepercayaan pada FIFA.