Kalsel

Hari Anak Nasional: Ekonomi & Pandemi Pacu Kekerasan Anak di Banjarmasin

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari ini menjadi momen spesial bagi para anak-anak se-tanah air namun tidak bagi…

Bocah perempuan disebut paling banyak menjadi sasaran kekerasan di Banjarmasin. Foto ilustrasi-Tempo

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari ini menjadi momen spesial bagi para anak-anak se-tanah air namun tidak bagi mereka yang masih merasakan kekerasan.

Ya setiap 23 Juli Indonesia memperingati Hari Anak Nasional yang diresmikan oleh Presiden RI kedua Soeharto melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984.

Namun di Banjarmasin, tindak kekerasan ternyata masih terus mengintai anak-anak dan patut menjadi sorotan.

Berdasar data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sudah terdapat 30 anak yang mengalami kekerasaan.

Sebanyak 20 anak di antaranya bahkan berjenis kelamin perempuan. Sisanya adalah laki laki.

Kepala P2TP2A Banjarmasin Iwan Fitriadi tak menampik jika jumlah kasus kekerasan cenderung naik ketimbang tahun sebelumnya.

Lantas, sejauh mana masa pandemi Covid-19 memengaruhi kekerasaan fisik maupun emosional anak?

Ketika pandemi rupanya kekerasaan anak disebut ikut mengalami peningkatan daripada sebelum Covid-19 mewabah.

"Tidak pandemi saja kekerasaan terhadap anak ini dari waktu ke waktu meningkat dan ini terjadi seluruh Indonesia. Tidak hanya di Banjarmasin saja," ujarnya kepada apahabar.com, Kamis (23/7).

Iwan mengatakan peningkatan jumlah kekerasaan anak ini bisa dipantau dari dua segi sudut pandang.

Pertama dalam sisi minus. Pemkot Banjarmasin sangat prihatin karena masih terjadi kekerasaan pada anak.

Sisi positifnya, masyarakat masih peduli dengan melaporkan kasus kekerasaan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.

Meskipun demikian, angka kekerasan pada anak masih menjadi fenomena gunung es.

"Yang tidak dilaporkan malah tambah banyak. Itu yang sesungguhnya terjadi," pungkasnya.

Bagi Iwan, seseorang melakukan tindak kekerasaan kepada anak didasari beberapa faktor.

Seperti faktor ekonomi yang menyebabkan berpengaruh kepada pola asuh anak.

Sejalan dengan itu orang tua mengalami ketegangan sehingga menyerang anak di bagian fisik dan psikis.

"Karena orang tuanya kesulitan ekonomi lalu dilampiaskan kepada anak," ucapnya.

Ketika terjadi demikian, P2TP2A yang memiliki Satgas khusus akan turun tangan untuk melakukan mediasi.

Pendekatan awal yang diutamakan tentu secara kekeluargaan terhadap orang tua dan anak yang bermasalah.

Ketika dimediasi, kasus tersebut tidak berlanjut ke ranah hukum maka bisa dikatakan terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak.

"Itu merupakan yang terbaik karena ketika di tempat kami langsung dimediasi secara kekeluargaan," tegasnya.

Kembali merujuk data P2TP2A Banjarmasin, kasus kekerasaan anak pada 2019 mencapai 81 kasus. Sedangkan tahun 2018 mencapai 43 kasus.

Editor: Fariz Fadhillah