Harga CPO Global

Harga CPO Merosot, Dua Anak Haji Isam Rugi Triliunan Sepanjang 2023

Harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) jatuh sebesar 11,82% sepanjang tahun 2023 hingga perdagangan Senin (4/12/2023) di level MYR 3.678 per ton.

Ilustrasi CPO. Foto-DDTC News

apahabar.com, JAKARTA - Harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) melorot sebesar 11,82% sepanjang tahun 2023 hingga perdagangan Senin (4/12) di level MYR 3.678 per ton.

Hal itu turut berdampak pada sektor bisnis kelapa sawit yang dilakoni oleh dua anak Haji Isam, Andi Arsyad dan Liana Saputri. Dikabarkan mereka telah merugi hingga Rp4,5 Triliun sepanjang satu tahun terakhir.

Hal itu, di antaranya akibat saham emiten kelapa sawit milik PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) mengalami penurunan kinerja keuangan.

Analis sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai fenomena itu sebagai dampak dari  anjloknya harga minyak kelapa sawit dunia, didorong oleh permintaan yang ikutan melemah.

Baca Juga: Eks Mendag Muhammad Lutfi Dicecar 61 Pertanyaan Terkait Korupsi CPO

"Update harga per lembar saat ini Rp446. Dan tren divestasi PGUN itu sudah kejadian, secara year to date (YTD) negatif," kata Nafan kepada apahabar.com, Sabtu (9/12).

Berkaca dari trenpelemahan itu, Nafan meyakini para investor PGUN sedang berupaya memperbaiki kinerja keuangan perseroan, utamanya menghadapi tahun 2024. Hal itu perlu dilakukan agar kerugian tidak terkoreksi semakin dalam.

Selain itu, jelas Nafan, kondisi tahun depan tidak bisa dilepaskan dari penantian kinerja laporan keuangan di kuartal pertama tahun 2024. Laporan yang tentu saja masih berhubungan dengan aktivitas di tahun ini.

"Ya syukur-syukur kalau secara kinerja sudah mulai menunjukkan hasil yang progresif," paparnya.

Baca Juga: Di Jambi, Harga CPO Naik Rp 123 per Kg

Lebih jauh, Nafan mengingatkan, harga CPO sangat dipengaruhi oleh pergerakan permintaan dan penawaran. Jika saat ini, permintaan menurun, bukan berarti akan berhenti di posisi tersebut.

Biasanya, setelah itu, permintaan akan kembali meningkat, seiring penawaran yang kian terjangkau. Selain itu, harus diingat, pemain di sektor sawit, tidak hanya didominasi oleh Indonesia semata.

Hal lain yang juga perlu diwaspadai, papar Nafan, adalah supply chain distruption atau disrupsi di tingkat rantai pasok. Hal itu menguat seiring konflik global yang berkepanjangan, berujung pada sentimen negatif.

"Ya salah satunya misalnya melihat selama konflik global yang tengah terjadi saat ini," paparnya.

Baca Juga: Indonesia-Malaysia Lawan Diskriminasi Minyak Sawit di Eropa

Sehingga yang terjadi kemudian, OPEC selaku organisasi negara-negara pengekspor minyak, misalnya, berupaya membatasi produksi minyak bumi. Meskipun hasilnya masih di bawah ekspektasi, upaya itu dianggap efektif untuk menjaga keseimbangan harga minyak dunia.

"Karena memang OPEC di sini kan adalah dalam rangka menstabilkan harga minyak dunia tentunya ya," tandasnya.