Harga Beras Lokal Tinggi, Wali Kota Banjarmasin Beri Solusi

Menyikapi harga beras lokal yang melonjak naik, Wali Kota Banjarmasin memberikan solusi sementara.

Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, mendatangi sejumlah pedagang beras di Pasar Antasari. Foto: apahabar.com/Riyad

apahabar.com, BANJARMASIN - Menyikapi harga beras lokal yang melonjak naik, Wali Kota Banjarmasin memberikan solusi sementara.

Melalui pantauan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), harga beras lokal di Banjarmasin memang melonjak. Imbasnya beras pun dinilai menjadi salah satu penyebab peningkatan inflasi di Kota Seribu Sungai.

Harga beras lokal terpantau di kisaran Rp17 ribu hingga sampai Rp19 ribu. Padahal sebelumnya harga per liter beras hanya Rp15 ribu.

Sebaliknya harga beras dari luar Kalsel tidak bergerak. Stok pun terbilang melimpah, sehingga dapat dikategorikan surplus.

Misalnya harga beras asal Pamanukan, Jawa Barat, dengan harga Rp9 ribu hingga Rp10 ribu per liter. Kemudian beras buyung Jawa seharga Rp11 ribu, atau beras Thailand dengan banderol Rp9 ribu per liter.

Menyikapi perbedaan harga yang mencolok, Wali Kota Ibnu Sina lantas memberikan solusi sementara.

"Bukan berarti beras lokal habis di pasaran. Stok masih tersedia, tapi tidak terlalu banyak seperti sebelumnya," papar Ibnu Sina.

"Namun mengingat tuntutan ekonomi, sepertinya masyarakat harus bergeser ke beras luar yang dijual seharga Rp9 ribu hingga Rp11 ribu," sambungnya.

Diyakini peralihan konsumsi tersebut dapat menurunkan harga beras lokal. Seandainya terjadi panic buying, diprediksi tidak berlangsung lama.

"Selain mencoba mengubah perilaku, kami juga mengaktifkan lagi peran Satgas Pangan dengan tugas membatasi pengiriman beras lokal keluar daerah," tegas Ibnu.

"Faktanya sekitar 30 persen beras lokal disuplai keluar daerah seperti Kalteng dan Kaltim. Tugas Satgas Pangan yang akan mengendalikan agar tak terjadi kelangkaan," tambahnya.

Selain beras lokal, komoditas lain yang memicu inflasi di Banjarmasin adalah daging sapi. Awalnya seharga Rp120 ribu per kilogram, sekarang menjadi Rp160 ribu.

"Kenaikan daging sapi sudah lama terjadi, terutama sejak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan pembatasan izin pengiriman sapi," beber Ibnu.

"Solusi yang bisa ditempuh adalah beralih ke daging beku. Umumnya daging beku di pasaran dipasok dari India dan kebetulan stok yang tersedia mencukupi," imbuhnya.

Solusi tersebut bisa dilakukan sejak sekarang, sehingga inflasi tidak berlarut-larut hingga bahkan enam bulan kedepan.

"Apalagi dalam beberapa bulan kedepan, masyarakat akan fokus menghadapi Ramadan dan Idulfitri. Makanya harus dipastikan tidak terjadi gangguan distribusi untuk menghindari gejolak harga," tukas Ibnu.

Sementara salah seorang pedagang daging di Pasar Sentra Antasari, Sarah, mengakui harga semua komoditas mengalami kenaikan.

"Tidak hanya daging sapi, harga daging ayam potong juga naik dari semula Rp35 ribu sekarang menjadi Rp45 ribu. Sudah sekitar sepekan terakhir naik," papar Sarah.

"Memang semua harga naik, setelah harga BBM dinaikkan. Imbasnya sekarang saya cuma bisa menjual kurang dari 60 ayam potong per hari. Kalau sebelumnya bisa sampai 100 potong," tutupnya.