Harga Beras Lokal

Harga Beras Lokal Meroket: Petani Untung, Pedagang Buntung

Di balik keluhan pedagang beras terkait harga beras lokal yang semakin mahal ternyata menguntungkan para petani padi. Pasalnya naiknya harga beras lokal seiring

Harga beras di Banjarmasin mengalami kenaikan. Foto: apahabar.com/Riyad.

apahabar.com, JAKARTA - Di balik keluhan pedagang beras terkait harga beras lokal yang semakin mahal ternyata menguntungkan para petani padi. Pasalnya, naiknya harga beras lokal seiring dengan harga gabah yang relatif membaik.

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas mewajari tingginya harga beras lokal sekarang. Mengingat harga gabah berada di sekitar Rp7.000. Harga tersebut jika dikonversi menjadi beras dapat mencapai Rp14.000 sampai Rp14.500.

"Kenapa harganya lebih tinggi karena bahan bakunya sekarang sudah meningkat harganya sudah di atas Rp7.000 sehingga wajar-wajar saja kalau harga beras di pasar tradisional saat ini lebih tinggi," kata dia kepada apahabar.com, Sabtu (2/11).

Baca Juga: Pilu Pedagang Beras di Jakarta, Dua Bulan Harga Tak Kunjung Turun

Dia menyadari keuntungan yang dialami petani saat ini, tidak berbanding lurus dengan kondisi para pedagang yang merugi dengan tingginya harga beras lokal.

Tapi, dia meminta agar kondisi ini dapat dipertahankan. Namun agar pedagang tidak merasa dirugikan dia menyarankan agar pemerintah merevisi atau menghilangkan Harga Eceran Tertinggi (HET).

"Kalau pedagang bisa juga (untung) untuk itu HET itu harus dihapus ketika itu tidak dihapus bagaimana mereka bisa untung? Kalau harga gabah saja sudah di atas Rp7.000," terang dia.

Baca Juga: Luka Petani, Rencana Impor Beras di Penghujung Tahun

Pasalnya, berdasarkan data yang dia dapati, harga produksi gabah saja sudah mencapai Rp5.667 per kilo. Sehingga kalau harga gabah dijual di bawah Rp6.000 dapat membuat petani rugi besar.

Sedangkan, supermarket terikat HET dari pemerintah dengan ketetapan harga Rp13.900. Apabila dijual lebih dari itu supermarket akan didatangi oleh satgas pangan.

Karena itu, para pengusaha beras tidak menyerap gabah langsung dari petani untuk mendapat harga yang lebih murah. Di bawah harga produksi beras yang beredar di pasar tradisional.

"Sehingga gabah-gabah saat ini itu diserapnya oleh penggilingan-penggilingan padi kecil yang kemudian dijual ke pasar tradisional atau ke konsumen langsung," katanya kepada apahabar.com.

Baca Juga: TikTok Shop Merger Tokopedia, Bakal Mendominasi e-Commerce?

Karena itu, para penggilingan-penggilingan kecil masih mampu bertahan. Tapi kemudian menjual produknya dengan harga yang tadi dikeluhkan oleh pedagang.

Oleh karena itu, langkah yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah menghapus HET nya. Dengan dihapusnya harga tertinggi itu dia yakin akan terbentuknya keseimbangan antara petani dan pedagang.

"Kan kalau hapus HET ya sudah kita akan terbentuk keseimbangan yang baru, yaitu harga beras," terang dia.

Baca Juga: Alasan Pakuwon Tak Kunjung Membangun Usai Groundbreaking di IKN

Pasalnya, dia merasa jika HET itu ditetapkan namun HBT tidak ditetapkan itu adalah hal yang tidak masuk akal.

Dwi Andreas menanbahkan jika pemerintah tetap memaksakan HET, maka pemerintah perlu mengeluarkan harga beli terendah (HBT) dari petani. Sebab, menurutnya menjadi tidak masuk akal jika HET ditetapkan namun HBT tidak ditetapkan. 

"Kalau pemerintah tetap memaksakan harga eceran tertinggi, tapi tidak menetapkan HBT, itu menyengsarakan petani namanya," pungkasnya.