Nasional

Harapan Syifa, Bocah Celebral Palsy di Hari Disabilitas Internasional 2018

Mengenakan jersey serba putih dengan karikatur Pesona Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Syifa tampak…

Ibunda berusaha membujuk Syifa yang sedang merajuk tak ingin bertemu orang ‘baru’. apahabar.com/Robbi

Mengenakan jersey serba putih dengan karikatur Pesona Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Syifa tampak tenang. Di sebuah sofa 2×1 meter, bocah bernama lengkap Syifa Arina Nurpisah Aisyah itu sibuk memainkan gadget miliknya. Sekilas, tak ada yang berbeda dengan Syifa.

M Robby, BANJARMASIN

Siapa sangka, bocah kelahiran 17 September 2004 silam tersebut, mengalami ketunaan (hambatan) dari sisi motorik. Di kediamannya, Jalan Sultan Adam Komplek Mandiri Permai nomor 45, RT 34/002 Kelurahan Surgi Mufti Banjarmasin Utara, Banjamasin, sesekali anak perempuan berkulit kuning langsat itu malu-malu.

Sesekali menundukkan kepala, ia malu tatkala wartawan apahabar.com datang menghampiri. Mendadak Syifa meneteskan air mata. Rupanya ia tak suka. Air mata tanda ketidaksukaannya.

Sang ibu bercerita, harapan melihat Syifa tumbuh normal sirna tatkala step dan kejang menghampiri. Kejadian dialami Syifa saat berusia satu tahun. Ia mengalami stroke pada bagian kaki. Nyaris lumpuh.

Secara psikologis reaksi itu tergolong wajar. Memasuki masa pubertas. Ia semakin akan tertutup.

Dalam kesehariannya, Syifa banyak duduk di kursi empuk. Bukan hanya gadget. Pernak pernik, boneka ikut setia menemani. Terhambat secara motorik, Ia masih mampu mandiri: makan dan mandi sendiri.

Syifa mempelajari semua kemampuan itu secara autodidak. Dahulu, Syifa pernah menikmati manisnya dunia pendidikan, walau hanya sampai sekolah dasar (SD).

Abainya pemerintah kota menyediakan pelayanan pendidikan berkebutuhan khusus, ujar ibunda membuat ia alpa dalam pendidikan lanjutan khusus anak celebral palsy.

Ya, layanan pendidikan secara khusus yang menangani anak tunadaksa jenis itu tidak ada di Banjarmasin. “Walau terdapat Sekolah Luar Biasa (SLB) di Banjarmasin, akan tetapi, belum memiliki sarana dan prasarana yang mencukupi untuk menangani anak celebral palsy,” lirih sang ibunda.

“Kami diperintahkan agar mencari sekolah lanjutan di kota Bandung,” sambung sang ayah, Wawan.

Di Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2018, Keluarga Syifa berharap ada secercah harapan menghampiri buah hatinya mengenyam pendidikan di daerah saja.

Minimnya layanan pendidikan untuk anak serupa Syifa dibenarkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimatan Selatan, Yusuf Efendi.

Yusuf menyebut program pembangunan Sekolah Luar Biasa (SLB) D khusus Tunadaksa di provinsi Kalimantan Selatan akan diusulkan. Yusuf sudah memerintahkan Bidang Pendidikan Khusus mengonsep dan menganggarkan segala kebutuhannya.

Selain pembangunan fisik, ada beberapa faktor yang mesti ia pertimbangkan dalam membangun SLB D khusus anak tunadaksa. Di antaranya, keberadaan Tenaga Pendidik (Guru) dan tanah.

Untuk faktor terakhir ia berharap pemerintah kabupaten/kota bersedia menghibahkan tanah kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. “Otomatis dengan begitu sekolah (SLB D) bisa segera dibangun,” jelasnya.

Berita terkait: Hari Disabilitas 2018: Anak-Anak Tunadaksa di Banjarmasin Belum Terlayani secara Khusus

Yayasan Daksa Banua sebelumnya mencatat, ada 40 anak penyandang disabilitas khususnya Tunadaksa di Banjarmasin belum terlayani secara khusus. Pelayanan dimaksud, menyangkut pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan.

Editor: Fariz Fadhillah