Korupsi Gubernur Papua

Hakim Tolak Eksepsi Lukas Enembe, Dilanjutkan Pembuktian

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe.

Gubernur nonaktif Lukas Enembe (foto:apahabar.com/dianfinka)

apahabar.com, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe.

Hal ini disampaikan majelis hakim dalam putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (2/6).

"Menyatakan nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Lukas Enembe tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh.

Baca Juga: Beralasan Sakit, Lukas Enembe Minta jadi Tahanan Kota

Majelis hakim kemudian memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera mengagendakan pembuktian dengan pemeriksaan saksi dalam perkara yang menjerat Lukas Enembe.

"Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tindak pidana," kata hakim Rianto.

Baca Juga: Lukas Enembe Mengeluh Dizalimi dan Dimiskinkan KPK!

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe, menerima gratifikasi dan suap dengan total keseluruhan Rp45.843.485.350 (Rp45,8 miliar).

Terdakwa menerima uang tersebut dari Piton Enumbi pemilik PT Lingge-lingge, Piton Enumbi sejumlah Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar).

Kemudian terdakwa Lukas menerima uang 'panas' lainnya dari Rijatono Lakka Selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu sebesar Rp35.429.555.850,00 (Rp35,4 miliar).

Atas suap dan gratifikasi tersebut, Lukas Enembe, Mikael Kambuaya, dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Jaksa mendakwa Lukas dengan sistem dakwaan alternatif kumulatif. Yakni, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.