Nasional

Guru Tak Masuk CPNS, PGRI: Kebijakan Diskriminatif!

apahabar.com, JAKARTA – Kebijakan pemerintah terkait rencana dikeluarkannya formasi guru dari calon pegawai negeri sipil (CPNS)…

Ilustrasi. Foto-BeritaSatu.com

apahabar.com, JAKARTA – Kebijakan pemerintah terkait rencana dikeluarkannya formasi guru dari calon pegawai negeri sipil (CPNS) dinilai diskriminatif.

Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi ikut angkat bicara menyikapi hal itu. Dia pun menulis surat kepada Menteri PANRB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) dan BKN (Badan Kepegawaian Negara) sekaligus meminta kebijakan itu agar dievaluasi.

“Kebijakan jangan sporadis, harus komprehensif melihat dampaknya," tutur Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi, dilansir dari Tempo.co.

Pemerintah mengumumkan guru tak akan lagi dimasukkan kategori CPNS mulai tahun depan dan dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Keputusan itu disepakati Menteri PANRB, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta BKN.

Unifah memastikan surat penolakan terhadap kebijakan tersebut akan dilayangkan pada awal Januari.

Menurut dia, dalam surat tersebut, PGRI meminta pemerintah tetap membuka dua jalur rekrutmen, yakni CPNS dan PPPK. Sebab, ditilik dari tujuannya, PPPK dan CPNS memiliki tujuan berbeda.

PPPK, kata Unifah, memberikan kesempatan bagi guru honorer dengan usia di atas 35 tahun untuk memperoleh pengangkatan sebagai pegawai. Sedangkan posisi CPNS membuka kesempatan bagi lulusan jurusan pendidikan menjadi pegawai negara.

"Kalau kita berpendapat soal SDM (sumber daya manusia), kepada guru mengapa ada diskriminasi? Harusnya enggak ada diskriminasi," tutur Unifah.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana sebelumnya mengungkapkan alasan pemerintah mengeluarkan formasi guru dari CPNS.

Ia mengungkapkan setelah bekerja 4-5 tahun, biasanya CPNS ingin pindah lokasi. Hal itu dinilai akan menghancurkan sistem distribusi guru.

"Selama 20 tahun kami berusaha menyelesaikan itu, tapi tidak selesai dengan sistem PNS. Jadi ke depan akan diubah menjadi PPPK," ucapnya.

Bima juga mengungkapkan aturan ini bakal berlaku bagi tenaga kesehatan dokter dan lain-lain, seperti penyuluh. Dia menuturkan kebijakan tersebut berlaku di negara-negara lain dengan jumlah pegawai PPPK di bawah naungan pemerintah mencapai 70 persen. Sementara pegawai berstatus PNS jumlahnya hanya 30 persen.