Gubernur BI Prediksi Ekonomi Global Tahun Depan Redup Imbas Tiga Perang

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksi ekonomi global di 2024 akan meredup imbas tiga perang yang terjadi.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Foto-Istimewa

apahabar.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksi ekonomi global di 2024 akan meredup imbas tiga perang yang terjadi.

Adapun tiga perang yang ia maksud adalah perang Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, dan perang dagang China-Amerika Serikat (AS).

"Akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada 2025," kata Perry dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Rabu (29/11).

Melansir CNNIndonesia.com, ia juga menyebut ketidakpastian masih menyelimuti ekonomi dunia. Menurutnya, ketidakpastian itu terbagi menjadi lima karakteristik.

Pertama, pelemahan pertumbuhan ekonomi. Perry menyebut pertumbuhan ekonomi global akan menurun ke level 2,8 persen pada 2024.

Sementara, pada 2025 pertumbuhan ekonomi global bisa sedikit bangkit ke posisi 3 persen. Perry mengatakan pertumbuhan ekonomi paling dalam akan terjadi di China.

"AS masih baik, China melambat, India dan Indonesia tumbuh tinggi," kata dia.

Kedua, disinflasi bertahap. Perry mengatakan penurunan inflasi akan melambat meski pengetatan moneter agresif di negara akan turun pada 2024.


Ia menilai inflasi masih akan tinggi menyusul harga energi hingga pangan global yang melambung.

Ketiga, tren suku bunga tinggi masih berlangsung. Perry berpendapat suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) masih akan terus meningkat di tahun depan. Tak hanya itu, yield US treasury juga akan terus naik seiring membengkaknya utang pemerintah AS.

Keempat, dollar AS yang terus menguat. Perry menuturkan penguatan dollar AS masih akan berlangsung. Itu juga menyebabkan depresiasi pada nilai tukar negara lain.

"Dolar AS masih kuat mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar seluruh dunia. Termasuk rupiah," ucap Perry.

Menurutnya, sebagian besar investor akan melarikan uang mereka ke Negeri Paman Sam karena suku bunga yang tinggi dan dolar AS yang menguat.

"Lima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara, Indonesia tidak terkecuali. Perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respons kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang sudah payah kita bangun," tandasnya.