Google Doodle Hari Ini: Mengenang Sosok Raja Ali Haji, Pahlawan Nasional Peletak Dasar Bahasa Indonesia

oogle doodle pada Sabtu (5/11) hari ini menampilkan sosok Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad, seorang ulama dan peletak dasar Bahasa Indonesia.

Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN - Google doodle pada Sabtu (5/11) hari ini menampilkan sosok Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad, seorang ulama dan peletak dasar Bahasa Indonesia.

Selain itu, Ia juga dikenal sebagai pencatat pertama dasar dan tata bahasa Melayu. Dia lalu ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia pada 5 November 2004.

Raja Haji Ahmad lahir di Pulau Penyengat, Kesultanan Lingga (sekarang Kepulauan Riau) sekitar tahun 1808 atau 1809.

Sang ayah, Raja Ahmad, merupakan pemilik gelar Engku Haji Tua setelah ziarah ke Mekkah.

Sedangkan ibunya, Encik Hamidah binti Malik adalah keturunan suku Bugis. Ia juga merupakan cucu Raja Ali Haji Fisabilillah, bangsawan Bugis dari Kesultanan Lingga-Riau.

Semasa kecil, Raja Ali Haji dididik oleh ayahnya dan menerima banyak pengetahuan dari lingkungan Istana Kesultanan Lingga-Riau.

Semesa itu, banyak ulama terkemuka yang menyambangi Kesultanan Lingga-Riau untuk keperluan mengajar, sehingga Raja Ali Haji mendapat banyak pengetahuan. Beberapa ulama itu yakni Syeikh Ahmad Jabarti, Syeikh Ismail bin Abdullah al Minkabawi, dan masih banyak lagi.

Kemudian di tahun 1822, ia bersama sang ayah pergi ke Jakarta. Di sana, ia mendapatkan banyak kesempatan untuk belajar.

Lalu pada tahun 1828, ia bersama ayahnya dan 11 kerabat Bugis lainnya pernah menjadi Bangsawan Bugis pertama yang pergi ke Mekkah untuk berhaji.

Ketika memasuki usia 32 tahun pada tahun 1845, Raja Ali Haji beserta saudara sepupunya, Raja Ali bin Ja’far dipercaya untuk memimpin wilayah Lingga, mewakili Sultan Mahmud Muzaffar Syah. Sepupunya itu diangkat menjadi Dipertuan Muda Riau VIII, sedangkan Raja Haji Ahmad sebagai penasihat keagamaan kesultanan.

Pada masa-masa itu, ia mulai menerbitkan beberapa karya-karyanya, salah satunya puisi pada tahun 1847 yang berjudul, “Gurindam Dua Belas”. Karya ini merupakan pelopor aliran sastra Melayu pada masanya.

Dua buku lainnya yang terbitkan juga tak kalah terkenal, seperti yang berjudul “Tuhfat al-Nafis” (1860) dianggap sebagai sumber tak ternilai tentang sejarah Semenanjung Melayu, dan “Silsilah Melayu dan Bugis” (1865). Karya-karya lain yang ia terbitkan ialah Bustan al-Kathibin (1857), Intizam Waza’if al-Malik (1857), serta Thamarat al-Mahammah (1857).

Jasa besar yang ia lakukan untuk Nusantara ialah menjadi pencatat pertama, dasar-dasar tata bahasa Melayu. Dasar-dasar dan tata bahasa ini ia tuangkan dalam buku Pedoman Bahasa, yang akhirnya menjadi standar bahasa Melayu baku.

Bahasa Melayu baku ini akhirnya ditetapkan sebagai bahasa nasional yang dikenal sebagai bahasa Indonesia pada Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 silam.

Tanggal kematiannya masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Namun dari bukti-bukti yang dirangkum dari berbagai sumber, Raja Ali Haji dinyatakan wafat pada tahun 1873 di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.

Di batu nisannya, terukir karyanya yang berjudul “Tuhfat al Nafis”, yang berarti “Hadiah Berharga” untuk dibaca oleh orang-orang saat berkunjung ke makamnya.

Pada 5 November 2004 lalu, melalui Keppres Nomor 89/TK/2004, Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada Raja Ali Haji atas kontribusinya pada bahasa, sastra, budaya Melayu, dan sejarah Indonesia.