Getuk Gondok Hj Sri Rahayu, Kudapan Khas Magelang yang Tercipta Sejak Masa Penjajahan Jepang

Kudapan khas Magelang yang sudah ada sejak jaman penjajahan Jepang itu tak hanya mengenyangkan, namun juga lezat dan teksturnya lembut.

Getuk Gondok Sri Rahayu di Pasar Rejowinangun, Rabu (24/5) (Foto: apahabar.com/Arimbihp)

apahabar, MAGELANG - Geliat Kota Sejuta Bunga sudah terasa, bahkan sebelum matahari terbangun dari tidurnya. Dalam remang-remang cahaya, riuh suara para pembeli yang saling tawar menawar harga terus terdengar di setiap lorong-lorongnya.

Pagi itu, Pasar Rejowinangun sudah diwarnai aktifitas transaksi penjual dan pembeli yang bekerja untuk sesuap nasi. Satu dari sekian kios yang dagangannya selalu habis tersapu para tamu adalah Getuk Gondok Hj Sri Rahayu.

Gethuk, panganan tradisional yang terbuat dari bahan utama ketela pohon atau singkong itu selalu menjadi buah tangan sekaligus camilan andalan Khas Magelang.

Baca Juga: Sop Senerek Bu Atmo, Lebih Separuh Abad Menggoyang Lidah Warga Magelang

Pasalnya, kudapan khas Magelang yang sudah ada sejak jaman penjajahan Jepang itu tak hanya mengenyangkan, namun juga lezat dan teksturnya lembut.

Getuk Gondok pertama kali dibuat sekaligus dipopulerkan seorang warga Desa Karet, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang bernama Ali Mohtar sekitar 1940 an.

"Ali Mohtar kakek, waktu itu saya belum lahir, kemudian diwariskan ke orang tua, sampai ke saya," kata sang pemilik kios gethuk, Sri Rahayu (60) kepada apahabar.com, Rabu (24/5).

Baca Juga: Mencicipi Magelangan di Warung AA, Kedai Unik dengan Ratusan Cermin Antik

Aneka Getuk Gondok Sri Rahayu, Rabu (24/5) (Apahabar.com/Arimbihp)

Sebagai generasi penerus ketiga, Sri menuturkan, nama 'gondok' awalnya adalah sebutan untuk Ali Mohtar yang kala itu terkena penyakit gondok saat berjualan gethuk.

Ali Mohtar yang menjadi pioner pedagang getuk di Dusun Karet itu cukup lama terkena penyakit gondok dan tak kunjung sembuh, maka masyarakat menyebut gethuk dagangannya "Gethuk Gondok".

Ide Awal Memulai Usaha

Ide awal Ali Mohtar membuat getuk lantaran kala itu, di masa penjajahan Jepang, beras yang merupakan bahan makanan pokok Indonesia, menjadi barang langka yang sulit di temukan.

Sehingga penduduk lokal (asli) Magelang berupaya menggantinya dengan singkong yang saat itu banyak terdapat di sekitar rumah dan mudah ditemukan di pasar.

Kemudian, Ali melakukan inovasi agar singkong bisa dikonsumsi dengan rasa lain yang enak, unik dan tidak membosankan.

Baca Juga: Mencicipi Kupat Tahu Pojok dari Magelang, Menu Utama Presiden Soeharto

Ali pun mengolah ketela dengan cara dikukus kemudian dihaluskan sekedarnya kemudian dicampur dengan gula hingga terbuatlah gethuk tersebut.

Seiring berjalannya waktu, Sri sebagai sang penerus usaha Getuk Gondok akhirnya memberi nama produknya Getuk Gondok Hj Sri Rahayu.

Sehari-harinya, ibu 4 anak itu mengolah kurang lebih 25 kilogram singkong menjadi ratusan getuk untuk dijual ke pasar.

Baca Juga: Mencicipi Es Krim Mahkota, Kuliner Legendaris Tersembunyi Sejak 1930

"Ada juga yang langsung pesan ke rumah, dikemas dalam berbagai bentuk, ada dus, plastik mika, atau tampah dan tumpeng," kata Sri Rahayu kepada apahahabar.com, Rabu (24/3).

Dari hasil berjualan gethuk itu jugalah, Ali Mohtar hingga Sri Rahayu bisa ke Tanah Suci dan menyekolahkan semua anaknya hingga menjadi sarjana.

Pertahankan Originalitas

Sembari melayani pembeli yang mulai ramai tiap pukul 09.00 hingga 15.00 WIB, Sri menceritakan, dirinya tidak tergoda memodifikasi getuknya dengan rasa kekinian lantaran ingin mempertahan originalitas produknya.

"Rasa utama ori (manis gula pasir), coklat, dan pandan, bentuknya ada yang kotak lingkaran dan bulat seperti bakso," imbuhnya.

Kristimewaan lain dari getuk yang diproduksi Sri yakni tidak menggunakan bahan pengawet kimia apapun, namun bisa bertahan hingga 7 hari.

Pasalnya, selama pengolahan, Sri dan karyawannya selalu memilih singkong dengan kualitas terbaik, bahan-bahan alami seperti gula dan pandan, serta pengolahan yang menggunakan proses manual.

"Pengolahannya mulai dari pengukusan bisa semalam, menghaluskannya juga ditumbuk tanpa alat, jadi bisa awet," ujar Sri.

Baca Juga: Tak Cuma Gethuk, Bubur Blendrang Bisa Jadi Alternatif Kuliner Saat Berlebaran di Magelang

Dalam sehari, Sri mengaku, bisa menjual lebih dari 300 kardus getuk ukuran sedang dan 200 an kemasan mika.

"Bisa meningkat hingga 3 kali lipat produksi dan penjualnya saat hari raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru, karena banyak yang menjadikan getuk gondok ini sebagai oleh-oleh," paparnya.

Terlebih, Getuk Gondok Hj Sri Rahayu dibanderol dengan harga cukup terjangkau yakni mulai dari Rp 10.000 per bungkus mika.

Bukan hanya dari Magelang, pembeli Getuk Gondok Hj Sri Rahayu juga datang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar negeri seperti Singapura, Malaysia dan Jepang.

Baca Juga: 11 Ribu Wisatawan Padati Kebun Binatang Solo Safari Selama Libur Lebaran

Seorang pembeli asal Kalimantan, Obi (40) mengaku, dirinya sudah berlangganan getuk gondok lebih dari 20 tahun.

"Sejak masih kuliah di Universitas Tidar (Untid) Magelang, setiap pulang kampung, ia selalu menjadikan getuk sebagai buah tangan andalan," kata Obi.

Menurut Obi, citarasa getuk gondok tidak berubah, tetap enak meski ia kini sudah berpindah ke luar kota.

"Kebetulan ini sedang main sama keluarga ke dekat Magelang, langsung menyempatkan mampir, karena getuk gondok rasanya 'ngangeni," pungkasnya.