Sejarah Semarang

Gereja Katolik Santo Yusup, 145 Tahun Menyimpan Sejarah Agama

Gereja Katolik Santo Yusup Gedangan adalah gereja Katolik tertua di Semarang. Ada sejarah panjang bersama usia gereja ini.

Gereja Katolik Santo Yusup Kota Semarang. (foto: Keuskupan agung Semarang)

apahabar.com, SEMARANG - Gereja Katolik Santo Yusup Gedangan adalah gereja tertua di kota Semarang. Usianya yang sudah masuk lebih dari seabad membuat Gereja ini memiliki sejarah panjang.

Gereja Santo Yusup beralamat  di Jalan Ronggowarsito Nomor 11 Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, kota Semarang.

Gereja tersebut saat ini berumur sekitar 145 tahun. Gereja ini diresmikan oleh Mgr. J. Lijnen setelah melalui proses pembangunan selama lima tahun.  Tepat pada tanggal 12 Desember 1875, gereja Santo Yusup resmi melayani umat. 

Kembali lagi ke belakang, kisah Gereja Santo Yusup Gedangan, diawali dengan kedatangan Pastor Lambertus Prisen pada 28 Desember 1808 di Semarang.

Pastor Prinsen diberi tugas oleh Gubernur Jendral Daendels untuk melayani umat katolik di "stasi" atau kewilayahan Semarang.

Gubernur Jendral Daendels menetapkan, sebelum umat katolik memiliki gereja sendiri, umat katolik Semarang boleh menggunakan Gereja Gereformeerd, yaitu Gereja Immanuel (Gereja Blenduk).

Hingga tahun 1815, peribadatan umat katolik di Semarang terus berpindah-pindah. Bahkan sempat di rumah warga katolik, dan di rumah tinggal para pastor.

Sejak kedatangan Pastor Prinsen di Gereja Gedangan, diputuskan bahwa Santo Yusup adalah nama pelindung "stasi" Semarang dan untuk nantinya digunakan sebagai nama gereja.

"Mengapa memilih Santo Yusup? Karena sikap kerendahan hati Santo Yusup yang tidak pernah menonjolkan diri, sikap tanggug jawabnya dan pekerja keras dalam menjaga Keluarga Kudus," ucap Wakil Dewan Paroki Gereja Santo Yusup Gedangan Semarang, Zeno Gebyar Kristyanto.

"Pada perkembangannya, gereja ini disebut sebagai Gereja Santo Yusup Gedangan, karena dulu di daerah ini banyak pohon pisang," tuturnya.

Banyak tokoh besar dalam perkembangan agama Katolik di Jawa dan tokoh Nasionalis pernah tinggal di Gereja Santo Yusup Gedangan. Salah satunya adalah Romo Franciscus G.J.M van Lith, SJ.

Romo Van Lith merupakan tokoh cikal bakal perkembangan Gereja Katolik di Jawa. Berpusat di Muntilan, tetapi memulai misinya di Gereja Gedangan.

Interior Gereja Santo Yusup Kota Semarang. (foto: apahabar.com/ Dedy Irawan)

Lalu, tokoh besar lainnya yang pernah tinggal di Gedangan adalah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. Beliau merupakan Uskup pribumi pertama di Indonesia dan Pahlawan Nasional Indonesia, yang terkenal dengan semboyan "100% Katolik, 100% Indonesia".

"Ketika Indonesia merdeka, Mgr. Soegijapranata juga berperan serta untuk membantu Indonesia mendapatkan pengakuan dari Negara Eropa, karena beliau mengirimkan surat diplomasi ke Vatikan untuk mengakui kemerdekaan Indonesia," ucapnya.

Dengan sejarah panjang yang tersimpan selama 145 tahun, sampai saat ini Gereja St.Yusup Gedangan masih terus aktif menjadi tempat ibadah.

Jumlah umat di St. Yusup Gedangan kurang lebih 5.000 orang, dan terbagi menjadi 13 wilayah, terdiri dari 10 wilayah dan 50 lingkungan di Paroki St. Yusup serta 3 wilayah dan 13 lingkungan di Gereja St. Ignatius Loyola Banjar dawa.

"Yang saat ini menjadi Paroki Administratif," pungkasnya.