Gencar Kampanye di Medsos, Kontribusi Pemilu 2024 ke Ekonomi Minim

Kalangan penegamat ekonomi menilai penyelenggaraan Pemilu 2024  tidak berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional.

Kampanye di media sosial.(foto: RRI)

bakabar.com, JAKARTA - Kalangan penegamat ekonomi menilai penyelenggaraan Pemilu 2024  tidak berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional. 

"Menurut saya rangenya (perputaran uang) bisa mencapai Rp 150 T sampai Rp 180 T," kata Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Tauhid, yang dikutip dari detikcom, Selasa (13/2/2024).

Total perputaran uang Rp 150 - Rp 180 triliun itu, menurut dia, tidak hanya pada masa kampanye, namun keseluruhan Pemilu 2024. Mulai dari masa persiapan pada 2023, bahkan jika pemilihan presiden (Pilpres) berlangsung dalam dua putaran.

Namun, Ahmad menilai mayoritas aktivitas perekonomian tidak terjadi semata-mata karena Pilpres, melainkan karena pemilihan calon anggota legislatif alias caleg. Pemilihan caleg yang berlangsung di berbagai tingkatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, membuat roda perekonomian berputar karena biaya yang dikeluarkan para caleg.

"Uang paling banyak dihabiskan buat pertemuan-pertemuan yang mayoritas terjadi di level lokal. Meeting dengan pemilih dan sebagainya itu lebih besar spendingnya daripada biaya kampanye. Menyusul setelahnya logistik, transportasi, dan sebagainya," jelas Ahmad.


Kendati demikian, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jakarta ini melihat Pemilu 2024 tidak akan berkontribusi banyak dalam menggerek angka Produk Domestik Bruto (PDB) yang menjadi tolak ukur pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Pasalnya, dia meyakini, kontribusi Pemilu 2024 terhadap kenaikan PDB  hanya berkisar di angka 0,1% dan 0,2%. Hal ini disebabkan mayoritas aktivitas politik atau upaya menjangkau pemilih kini kerap dilakukan di ruang digital atau media sosial.

"Jadi semisal PDB 5% tambahannya 5,1% saja. Semisal PDB 4,9% artinya meningkat 5% saja. Tak sebesar yang dibayangkan orang dari segi PDB karena uangnya hanya segitu secara keseluruhan," ujarnya.

"Menurut saya (perputaran uang) relatif lebih kecil karena dengan digitalisasi dan media sosial. (Pemilu saat ini) kalah meriah dibanding dulu. Dulu tidak ada media sosial. Jadi pertemuan dengan pemilih hanya bisa dilakukan dengan tatap muka, jadi lebih banyak biaya," sambung Ahmad.

Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengutarakan hal senada.

Dia meyakini Pemilu 2024 tidak akan berkontribusi banyak terhadap PDB Indonesia. Jumlahnya berkisar di angka 0,2-0,3%. Hal ini, menurutnya, disebabkan minimnya mobilisasi massa pada Pemilu 2024.

"Mobilisasi massa tidak seramai 2014 dan 2019, mungkin juga dipengaruhi oleh masifnya kampanye media sosial dibanding acara acara fisik," pungkasnya.(day)