Tak Berkategori

Geliat Prostitusi Online di Banjarmasin (Bagian 3): Gaya Hidup Jadi Pemicu

Sari (nama samaran), 17 tahun, diduga hanya satu dari sekian banyak remaja yang tergiur bisnis prostitusi…

Ilustrasi Prostitusi Online. Foto-istimewa

Sari (nama samaran), 17 tahun, diduga hanya satu dari sekian banyak remaja yang tergiur bisnis prostitusi online. Alasan apa yang membuat mereka mau terjun ke bisnis ini?

Muhammad Robby, BANJARMASIN

FENOMENA prostitusi online disinyalir karena gaya hidup remaja yang terlampau konsumtif. Pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup, juga menjadi pemicu lain.

Keterkaitan gaya hidup mewah dan perilaku konsumtif tadi, menurut Pengamat Sosial Prof Wahyu MS, merupakan alasan sebagian remaja memilih untuk terjun ke bisnis tersebut.

"Gaya hidup yang tak berbanding lurus dengan kondisi ekonomi menjadi faktor utama seseorang terjun ke bisnis prostitusi online," ungkapnya dalam bincang ringan dengan apahabar.com, belum lama ini.

Di samping itu masih ada faktor lain, yakni pemahaman agama yang rendah, lingkungan, dan pekerjaan.

Di era sekarang, banyak remaja yang ingin mencari pekerjaan, mudah dan tanpa harus menguras tenaga. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan.

Anggota senat Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini menyarankan remaja yang kadung terlampau mewah dalam hal gaya hidup mesti mengedepankan pengendalian sikap.

Selanjutnya, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga mesti menjadi perhatian sekaligus ditanggapi secara positif.

Saat ini banyak remaja yang menjadi korban karenanya, salah satunya Sari, remaja 17 tahun yang menyalahgunakan kemajuan teknologi untuk terjun ke bisnis prostitusi online.

Baca Juga:Mengintip Geliat Prostitusi Online di Kota Banjarmasin (Bagian 1)

Dari salah satu aplikasi sosial media, apahabar.com berhasil menemukannya. Menyamar sebagai pelanggan, lobi-lobi maupun pendekatan dengannya berjalan cukup mudah.

Dengan tarif Rp 200 ribu, Sari sempat bersedia melayani ajakan 'macam-macam' yang dilayangkan awak media ini.

Prof Wahyu menilai, sosial media yang telah merambah ke segala aspek kehidupan, tak lagi berfungsi mempermudah dan mempercepat komunikasi, melainkan wadah melakukan beragam tindakan menyimpang, seperti prostitusi.

"Padahal sudah jelas kegiatan prostitusi ini melanggar norma agama, hukum, dan kebiasaan masyarakat," jelasnya.

Ia mengungkapkan, kegiatan prostitusi online sangat berdampak negatif terhadap masa depan individu yang terlibat.

Fenomena prostitusi online menurutnya akan berdampak besar dan jauh lebih berbahaya dibandingkan praktik yang dilakukan secara konvensional.

Sistem jaringan yang memiliki konektivas tanpa batas, dapat membuat bisnis prostitusi dalam jaringan (daring) kian tak terbendung. Dan membuat polisi kepayahan untuk mendeteksinya.

"Kalau konvensional mudah untuk dibuktikan, karena keberadaannya jelas. Lebih-lebih yang sudah di lokalisasi," tegasnya.

Ia meyakini, kebanyakan prostitusi, baik online maupun konvensional memiliki sebuah manajemen dengan dikoordinir langsung oleh seorang yang bernama muncikari.

Terlepas dari itu semua, sebagai seorang akademisi ia menyarankan adanya pendidikan seks di sekolah. Tujuannya, memberikan pemahaman seks terhadap anak muda. Kemudian, dilakukan pengawasan dini, seiring banyaknya anak sekolah melakukan perilaku menyimpang.

"Intinya, harus ada keterpaduan antara pemahaman di sekolah dan lingkungan sekitar," katanya.

Ia berharap, pemerintah juga proaktif mengendus serta mengendalikan sosial media khususnya yang terindikasi menjalankan bisnis haram ini. "Harus ada bantuan pengawasan dari pemerintah membatasi sosial media," tutupnya.

Baca Juga:Geliat Prostitusi Online di Banjarmasin (Bagian 2), Short Time Cuma 200 Ribu

Editor: Fariz Fadhillah