Gelap Mata Densus 88 Habisi Sopir di Jalan Banjarmasin Kejutkan Kompolnas

Komisioner Kompolnas Poengky Indarthi terkejut begitu mengetahui tindakan keji Bripda HS.

Aksi bengis seorang personel Densus 88 menghabisi sopir online di Jalan Banjarmasin, Depok begitu menyentak perhatian publik. Foto ilustrasi via Detik

apahabar.com, JAKARTA - Komisioner Kompolnas Poengky Indarthi terkejut begitu mengetahui tindakan keji Bripda HS terhadap Sony R Tahitoe (59). Di Jalan Banjarmasin, Cimanggis, Depok, 23 Januari lalu, personel Densus 88 satu ini tega menghabisi nyawa sopir online tersebut. Musababnya, hanya karena ia ingin menguasai harta korban.  

"Kami sangat terkejut dengan tindakan keji Bripda HS anggota Densus 88 yang tega membunuh sopir online," jelas Poengky dihubungi apahabar.com, Rabu (8/2).

Kompolnas menganggap tindakan tersebut merupakan tindakan individual yang sangat mencoreng nama baik institusi. Oleh karenanya, sudah selayaknya Bripda HS atau Heri Si diproses pidana sesuai Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan. Plus, tambahan pasal 52 sebagai pemberatan.

Baca Juga: Densus Bunuh Sopir di Jalan Banjarmasin, Pengamat Teringat Satgasus

"Karena yang bersangkutan adalah anggota Polri, seharusnya justru melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Bukannya malah menjadi pelaku kejahatan," jelas komisioner berlatar aktivis hukum ini.

Tak hanya membunuh, Bripda HS diketahui nekat menghabisi nyawa Sony lantaran ingin merampas mobilnya. Poengky pun mendorong agar Mabes Polri segera memproses etik Bripda HS atas aksi brutalnya itu dengan sanksi hukuman tertinggi, yaitu pemecatan.

Bagaimana dengan pengawasan melekat terhadap Densus 88? Poengky meminta agar para pimpinan Polri menjadi kasus Bripda HS sebagai pelajaran.

"Khususnya atasan langsung, untuk mengawasi anggotanya secara melekat, memberikan contoh teladan, dan membina anggota sebaik-baiknyanya," jelasnya.

Di kesatuannya, Bripda HS dikenal sebagai polisi bermasalah. Ia pernah kedapatan menipu temannya sesama polisi di detasemen antiteror Polri serta ketahuan bermain judi.

Baca Juga: Anggota Densus 88 Pembunuh Sony Rizal Sempat Terbelenggu Judi Online

"Jika anggota terlihat indikasi menyimpang seperti itu, harus cepat diproses etik dan dipecat. Jangan dibiarkan, karena yang bersangkutan bisa semakin menjadi-jadi perilakunya," jelasnya.

Setiap tahunnya, tak kurang anggaran sebesar Rp1,5 triliun digelontrokan pemerintah untuk menghidupi organisasi Densus 88. Sejumlah pihak melihat dengan anggaran sebesar dan kewenangan sejumbo itu, rentan terjadi penyalahgunaan kewenangan Densus 88.

Terlepas dari kasus Bripda HS, misalnya, masih berbekas di ingatan isu adanya pengerahan personel Densus 88 ke rumah Ferdy Sambo saat kepala divisi Propam Polri itu ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Joshua. Selain itu keberadaan Densus dinilai juga menjadi duplikasi dari satuan teror yang sudah ada. Misalnya, Satuan Perlawanan Teror di Korps Brimob.

Baca Juga: Motif Anggota Densus 88 Bunuh Sopir Taksi Online di Depok

Apa sudah saatnya mengkaji keberadaan Densus 88 di tubuh Polri? Poengky merasa belum perlu. Ia justru melihat Densus 88 sangat dibutuhkan masyarakat untuk melakukan penegakan hukum terhadap jaringan teroris.

"Sehingga sangat tidak relevan dan berlebihan jika gara-gara kasus ini kemudian harus mengkaji ulang keberadaan Densus 88. Yang dilakukan HS murni tindakan individual, bukan institusi," pungkasnya.

Kronologis Pembunuhan

Pengerahan anggota Brimob mengakhiri penjagaan pasukan antiteror di rumah dinas Duren Tiga saat penangkapan Ferdy Sambo Agustus 2022 silam. Foto via Sindonews

Warga di sekitar Perumahan Bukit Cengkeh, Depok, Jawa Barat digegerkan oleh penemuan jasad seorang pria pada Senin (23/1) lalu. Jasad pria paruh baya itu ditemukan di sekitar mobil Avanza yang terparkir.

Merespons itu, Densus 88 langsung membentuk tim khusus untuk menangkap Bripda HS. Motif pembunuhan rupanya berkelindan dengan hasrat pelaku yang ingin menguasai mobil milik korban.

Baca Juga: Gerilya Brigjen soal Vonis Sambo, ISSES Desak Kapolri Bersikap

Menurut pengacara keluarga korban, Jundri R Berutu, mulanya korban hendak memesan taksi online secara offline di Semanggi, Jakarta Selatan.

"Jadi Pak Sony ini almarhum dia mengambil ini pelaku itu dari Semanggi, itu keterangan penyidik," kata Jundri kepada wartawan di Polda Metro Jaya.

Saat itu, menurut Jundri, HS mengaku tidak memiliki uang. Kendati demikian, Sony tetap mengantar HS ke alamat yang dituju.

"Nah karena memang Pak Sony ini adalah orang yang baik dan memang sangat bermurah hati, dia kemudian diantar. Nah ternyata itu modus untuk menghilangkan jejak dia," jelasnya.

Baca Juga: Densus 88 Habisi Sopir Online di Jalan Banjarmasin, Komandan Angkat Bicara

Setiba di alamat tujuan, Sony kemudian dihabisi oleh HS. Sony sempat melakukan perlawanan hingga berteriak meminta tolong.

"Korban ini kemudian melawan, dia teriak-teriak kemudian membunyikan klakson tidak berhenti.”

Kemudian beberapa warga keluar mendengar teriakan itu. "Memang mereka keluar gitu, tapi mereka mengira ini hanya orang mabuk, sehingga mereka tidak berani keluar sampai ke dalam," sambung Jundri.

Beberapa saksi, kata Jundri, sempat melihat mobil korban bergoyang.

"Tetapi dari Jalan Banjarmasin itu mereka melihat adanya suatu mobil yang sudah mulai bergoyang-goyang," jelasnya.