Kalsel

FRI Kalsel Minta Ketegasan Wakil Rakyat Tolak Omnibuslaw

apahabar.com, BANJARBARU – Aktivis Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalimantan Selatan kembali menyampaikan tuntutan kepada anggota DPR-RI…

Aktivis Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalimantan Selatan menyikapi persoalan Omnibuslaw RUU Cipta Kerja. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARBARU – Aktivis Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalimantan Selatan kembali menyampaikan tuntutan kepada anggota DPR-RI dapil Kalsel agar tegas dalam menyikapi persoalan Omnibuslaw RUU Cipta Kerja. Protes tersebut mereka tujukan melalui surat kepada wakil rakyat Kalsel dan senator di Senayan, Jakarta.

“Kami akan mengirimkan surat ke DPR RI Dapil Kalsel untuk mempertanyakan sikapnya. Apakah mereka berpihak pada rakyat yang memilihnya atau justru pada undang-undang pro investasi," ujar koordinator FRI Kalsel, Ricky, saat konferensi pers di Kantor Walhi Kalsel Banjarbaru, kemarin.

Selain DPR, surat juga ditujukan pada DPD RI. Menurut FRI, DPD juga berwenang dalam membahas sebuah undang-undang. Meski salah satu senator Kalsel, Abdurrahman Bahsyim atau Habib Banua telah menanggapi tuntutan FRI saat audiensi virtual, namun belum jelas apakah dia juga ikut menolak Omnibuslaw ini.

"Pernyataan senator kita cenderung normatif, tidak jelas apakah dia menolak atau menerima RUU Cipta Kerja, dia hanya bilang harus dikaji dulu, kalau baik diterima kalau tidak baik ditolak" ucap perwakilan Organisasi Mahasiswa Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad A1 Banjari Banjarmasin, Wira Surya Wibawa menambahkan.

Jika dalam waktu yang telah ditentukan DPR RI dan DPD RI wakil Kalsel tidak juga menyatakan sikap konkrit secara tertulis terhadap Omnibuslaw, maka FRI akan menyampaikan mosi tidak percaya dan mosi salah pilih wakil rakyat. Selain itu mereka juga menyatakan akan terus melakukan aksi-aksi sampai Omnibuslaw digagalkan.

Menurut mereka masyarakat luas dari berbagai kalangan juga harus ikut menolak karena RUU ini akan berdampak pada banyak orang. Senada, Kisworo Dwi Cahyono selaku Direktur Eksekutif Walhi Kalsel mempertanyakan keputusan DPR RI yang membahas RUU Omnibuslaw di tengah pandemi Covid-19.

"Kita di Kalsel harus menolak RUU Omnibus Law ini, kita lihat akhir-akhir ini hujan sebentar bisa banjir clan jika kemarau akan memicu Karhutla dan asap. Penguasaan ruang oleh sektor tambang dan sawit di Kalsel yang hampir 50 persen dari total luas wilayah 3,7 juta hektar juga akan menambah potensi bencana ekologis" terangnya.

Kis sapaan akrab Kisworo, juga menambahkan bahwa yang lebih mendesak untuk disahkan ialah RUU Masyarakat Adat yang sudah lama didorong lembaga masyarakat sipil untuk disahkan. Di Kalsel ada sekitar 52 komunitas atau balai adat dan ada kurang lebih 250.000 hektar wilayah adat yang telah dipetakan jaringan masyarakat adat dan koalisi Non Governmental Organization (NCO).

Himpunan petani kopi Borneo juga turut menyuarakan pendapat yang sama. RUU ini dinilai bukan hanya memberi dampak negatif kepada tenaga kerja, lingkungan, mahasiswa, pendidikan, perempuan, dan masyarakat adat, tetapi juga kaum petani.

Terdapat beberapa pasal krusial yang memberi dampak terhadap aktivitas pertanian di daerah yaitu pasal 22 tentang perijinan pengolahan bahan pangan. Serta pasal 33 tentang penyetaraan bahan pangan impor.

“Hal ini yang akan mendiskriminasi petani kecil karena dipaksa bersaing dengan industri besar dan prosesnya harus Iangsung ke pemerintah pusat,” ucap perwakilan Himpunan petani kopi Borneo, Dwi menjelaskan.

Beberapa tuntutan lainnya, tak luput mereka ajukan sebagai sikap tegas penolakan terharap RUU ini. Di antaranya seperti penghapusan sertifikasi halal produk, adanya pasal-pasal yang tidak menjamin keamanan terhadap pekerja perempuan serta menghilangkan hak-hak maternitas bagi pekerja perempuan, hingga penilaian draf RUU yang dianggap cacat prosedur dan tidak partisipatif.

Editor: Syarif