Kalsel

Fakta Baru Kasus Pencabulan Pemuka Agama di Angkinang HSS

apahabar.com, KANDANGAN – Semakin terang kasus dugaan pencabulan seorang oknum pemuka agama di Angkinang, Kabupaten Hulu…

Sejumlah relawan wanita mengaku diperlakukan tak senonoh oleh SA yang sudah dianggap layaknya guru. Foto ilustrasi: Dok.apahabar.com

apahabar.com, KANDANGAN – Semakin terang kasus dugaan pencabulan seorang oknum pemuka agama di Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) berinisial SA.

Belakangan, terungkap sejumlah modus lain yang diduga dilancarkan SA terhadap sejumlah relawan di perkumpulannya sendiri.

Fakta tersebut didapat media ini dari RH (27) salah seorang pria yang mengaku sempat menjadi jemaah SA.

Berdasarkan cerita RH, SA rupanya tak hanya menggauli sejumlah jemaah yang masih di bawah umur saat ritual mandi-mandi.

“Beliau juga melakukan aksi tak senonoh saat para relawan wanita menginap,” ujar RH kepada apahabar.com, Selasa (4/1).

Apa yang dilakukan SA, kata RH, sangat jauh berbeda dari apa yang telah disampaikan ketika memberikan pemahaman kepada para jemaah.

“Beliau sering menyampaikan supaya menjauhi perkara zina, namun yang dilakukan malah sebaliknya,” ungkap RH kepada apahabar.com, Selasa (4/1).

Rasa hormat RH kepada SA seketika hilang setelah mendengar curhatan dari seorang relawan wanita di perkumpulan SA pada Desember 2021.

Bermula ketika 4 orang relawan wanita yang masih duduk di bangku SMP menginap di rumah SA yang sudah dianggapnya sebagai guru, mereka semua satu per satu digerayangi oleh SA.

“Kejadiannya sekitar tiga bulan yang lalu,” ujar RH.

Saat menginap para remaja di bawah umur itu mendapat beragam perlakuan kurang senonoh dari sang guru.

“Mereka dipegang-pegang dan dicium ketika sedang tidur, ketika bangun SA beralasan ingin menyalakan obat antinyamuk,” kata RH.

Salah seorang remaja yang sudah merasa digerayangi kemudian menangis malam itu juga.

“Sempat mengirim pesan singkat dengan tulisan tolong ke grup kami, tetapi handphone yang bersangkutan diambil SA,” terangnya menceritakan.

Keesokannya, SA memanggil dan berbicara dengan mereka untuk meminta maaf karena telah berlaku khilaf.

Selain tindakan tersebut, SA diketahui juga diduga melakukan pencabulan melalui ritual mandi-mandi di rumahnya seperti yang diberitakan sebelumnya.

Diketahui kasus dugaan pencabulan di Angkinang HSS kini telah naik status ke tahap penyidikan.

Teranyar, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten HSS ikut turun tangan melakukan pendampingan korban.

“Kami memastikan kondisi psikososial korban. Selanjutnya akan melaksanakan pertemuan dan sosialisasi,” ujar Plt Kepala Dinas PPKBPPPA HSS Hanti Wahyuningsih dihubungi terpisah.

Menurutnya, memberikan pemahaman terkait tindak kekerasan maupun pelecehan kepada masyarakat khususnya anak sangat penting.

“Kita ingin masyarakat paham agar ke depannya lebih berhati-hati supaya kasus seperti ini tidak terulang kembali,” tandasnya.

Kronologis kasus di halaman selanjutnya:

Sebagai pengingat, terungkapnya aksi amoral SA bermula dari laporan sejumlah warga di Angkinang yang merasa menjadi korban pelecehan seksual ke media ini.

Salah satu warga berinisial BA (30) mengaku menjadi korban saat mengikuti ritual mandi-mandi di rumah terlapor berinisial SA.

SA, selama ini sudah dianggap sebagai guru maupun pemuka agama oleh warga setempat.

Bukan hanya 10, melainkan 11 wanita yang belakangan diduga menjadi korban pelecehan terlapor. Salah satunya masih di bawah umur.

Namun, mayoritas mereka enggan melapor secara resmi ke kepolisian lantaran beragam alasan. Bahkan orang tua salah seorang korban mau kasus tersebut ditutup atau selesai secara kekeluargaan.

Aksi cabul terlapor disebut-sebut sudah berlangsung sejak dua bulan terakhir.

"Awalnya mereka (korban) enggan melaporkan kejadian itu karena malu dan tidak didukung keluarga," ungkap A pendamping BA kepada apahabar.com, Selasa (28/12).

Sejumlah pihak juga sudah beberapa kali mengupayakan mediasi antara pelapor dan terlapor guna memastikan kebenaran.

"Terakhir kami mengajak mediasi pada Kamis (23/12) lalu namun ia tidak datang. Informasinya telah ke luar daerah," bebernya.

Selama ini terduga pelaku sudah dianggap layaknya guru pada suatu perkumpulan di Angkinang oleh mereka.

Namun diam-diam mereka justru merasa dilecehkan oleh pria itu lewat ritual mandi-mandi.

Ada dua korban yang didampingi A yaitu BA (30) dan AA (16).

A bercerita jika terlapor merayu BA lewat anaknya yang rutin mengikuti pengajian.

"Mama ikam [kamu] sudah kena guna guna laki-laki lain, " ujar A menirukan perkataan anak BA.

Mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya, BA bersama AA (16) mendatangi rumah terlapor.

"Mereka berdua datang namun yang mengantarkan hanya menunggu di depan rumah," kata A.

Terlapor kemudian justru mengajak BA ke kamar mandi.

"Ia beralasan untuk menghilangkan pengaruh negatif dengan cara mandi-mandi," ujarnya.

Selang beberapa waktu, ternyata AA turut terpengaruh hingga datang sendiri ke rumah terlapor.

Menurut A, pelapor satu ini yang paling parah. Dia hanya disuruh mengenakan pakaian putih transparan yang telah disediakan tanpa pakaian dalam lalu diguyur air di dalam kamar mandi.

"Ketika mandi-mandi, terlapor sambil menggosok badan hingga kemaluan korban," jelasnya.

Tak hanya itu, saat mandi-mandi AA sempat mendengar suara seperti jepretan kamera disusul cahaya putih blitz handphone.

"Pelapor ini ditutup matanya, disuruh menunggu beberapa menit sambil dilucuti pakaiannya. Tetapi masih mendengar dan melihat cahaya sekilas," ujarnya.

A menyayangkan sikap warga desa yang seakan sudah terperdaya ajaran terlapor. Hampir semua warga sebut dia memilih menutup mata dan telinga. Bahkan orang tua dari salah satu pelapor meminta supaya melupakan kejadian itu.

"Kami dengar juga, pihak tertentu ada yang melakukan intimidasi terhadap pelapor merayu supaya tidak lapor ke polisi. Terlebih mengiming-imingi masuk surga," kata A.

Intimidasi berbentuk ancaman verbal. Pihak terlapor disebut-sebut mengiming-imingi pelapor untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan dengan memberi sejumlah Rp1 juta per orang.

Merasa perilaku terlapor telah kelewatan, A bersama dua perempuan tadi melapor ke Satreskrim Polres HSS, Senin (27/12) malam. Di sana mereka menceritakan semua aksi amoral sang guru kepada petugas reskrim yang sedang piket malam.