Politik

Esok Mendaftar ke KPU untuk Pilgub Kalsel, Rosehan: Doakan Bro

apahabar.com, BANJARMASIN – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi mengumumkan jagoannya di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalsel…

Rosehan Noor Bachri, anggota DPRD Kalsel. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi mengumumkan jagoannya di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalsel 2020, Jumat (4/9) esok.

Di Pilkada kali ini, PDIP memang menjadi primadona setelah Golkar. Dalam Pileg 2019 silam, partai besutan Megawati Soekarnoputri ini keluar sebagai pemenang kedua.

Walhasil, dengan raihan delapan kursi, PDIP pantas mengisi satu kursi pimpinan di DPRD Kalsel. Wakil Ketua DPRD itu adalah Syarifuddin pria yang merangkap Sekretaris DPD PDIP Kalsel.

Dengan sederet pencapaian, PDIP hanya perlu tiga kursi lagi untuk mengusung jagoannya di Pilgub Kalsel. Kini, menarik untuk dinanti siapa yang bakal diusung oleh partai berlogo banteng ini.

Namun sayangnya hingga sekarang belum diketahui pasti siapa yang bakal diusung oleh Megawati di Pilgub Kalsel 2020.

Lima kali sudah DPP PDIP mengumumkan calon yang didukung kepala daerah lewat siaran langsung di Facebook dan Youtube. Tapi nyatanya Pilgub Kalsel tak kebagian.

Dua pekan lalu, PDIP hanya menyebutkan dukungannya untuk bakal pasangan calon bupati Balangan. Yakni Abdul Hadi-Supiani. Padahal, sejumlah partai politik pemilik kursi di parlemen Kalsel sudah jauh hari telah berkongsi untuk mengusung para jagoannya.

Sebut saja duet Sahbirin-Noor oleh gerbong Golkar, PAN, PKS, Nasdem. Plus PKPI, PSI, dan Perindo, partai non-parlemen. Bahkan, seperti yang beredar di jagat dunia maya, koalisi ini menyertakan logo PDIP dalam undangan mereka.

“Sebelum B1KWK [surat pernyataan dukungan pasangan calon] ada, kita belum berani lagi. Kita tunggu saja sampai pendaftaran,” ujar Bang Dhin, sapaan akrab Syaripuddin, dihubungi apahabar.com, Kamis (4/9) malam.

Selain duet Sahbirin-Muhidin, masih ada nama Denny Indrayana. Oleh Gerindra, Demokrat, dan PPP, mantan wakil menteri hukum dan HAM ini ditandemkan oleh Difriadi Darjat. Soal siapa yang bakal dipilih PDIP, Bang Dhin kembali belum bisa memastikan.

“Tunggu tanggal 4. Masih proses-proses,” jelasnya.

Selain duet Sahbirin-Muhidin, dan Denny-Difri, PDIP sebenarnya masih memiliki opsi untuk membentuk poros ketiga.

Peluang ini terlontar dari kader PDIP langsung, yakni Rosehan Noor Bachri. Bahkan, awal Juli lalu, eks wakil gubernur Kalsel ini mengaku berada di Jakarta untuk mengomunikasikan pencalonannya di Pilgub Kalsel.

Dihubungi apahabar.com, Kamis malam, Rosehan meminta didoakan ihwal pencaloannya itu. Bahkan, Rosehan tengah menyiapkan berkas pendaftarannya ke KPU Kalsel, esok.

“Doakan bro, ya makannya minta doakan biar lancar,” jelas dia. Jika tak ada aral melintang, dirinya mengaku akan mendaftar ke KPU selepas tengah hari.

“Kalau perintah habis Jumatan,” ujarnya. Soal siapa pendampingnya, Rosehan menyerahkan penuh keputusan itu ke DPP PDIP Pusat.

Pengamat Politik Kalsel Taufik Arbain memiliki pandangan tersendiri akan sikap PDIP ini.

“Saya kira menarik dicermati ketika PDIP belum menentukan sikap terkait dengan dukungan pada pemilihan Pasangan Gubernur Kalsel dan Pasangan Wali Kota Banjarmasin pada Pilkada 2020 hingga pada situasi injury time ini,” ujarnya diwawancari apahabar.com, Kamis malam.

Ada beberapa analisis, kata dia, yang bisa diamati. Pertama, bahwa Pilkada 2020 tidak sekadar pilkada level provinsi tetapi sekaligus berbarengan dengan pilkada kabupaten/kota.

“Tentu saja relasi tandem ini memungkinkan menjadi analisis strategis bagi tim pemenangan PDI-P Kalsel untuk berhitung pada kepentingan politik lima tahun mereka,” ujarnya.

Terlebih misalnya, PDI-P hanya kisaran 2-3 saja kader mereka menjadi calon bupati dan wakil bupati/wali kota dari 7 kabupaten/kota di Kalsel.

“Relasi tandem ini memang kecenderungan akan dimainkan oleh semua partai penyokong habis-habisan dalam memenangkan pilkada. Kondisi ini sangat sensitif dalam relasi dan komunikasi politik antara pimpinan partai dan para calon kepala daerah, ketika ada perbedaan dukungan antara proses pilkada provinsi dan kabupaten/kota,” ujarnya.

Kedua, lanjut dia, sangat memungkinkan PDI-P melihat realitas hasil survei dan sejauh mana kader mereka jika diusung menjadi gubernur, wakil gubernur. Termasuk jika dipasangkan menjadi wakil gubernur dalam memenangkan kontestasi dalam pilkada.

“Fakta ini pun berkaitan dengan kesiapan jaringan, tim sukses termasuk pendanaan. Saya kira PDIP memiliki sumber-sumber politis ini, hanya saja apakah calon dari kader yang mereka usung marketable dan atau belum saatnya. Kita meyakini PDI-P tidak mungkin memasang calonnya baik level provinsi maupun kabupaten/kota sekadar main-main, gagah-gagahan tetapi tidak waja sampai ka putting,” ujarnya tenaga pengajar di ULM ini.

Dia memandang PDIP memiliki kader yang cukup massif dan progresif berkaca dari hasil Pileg 2019 lalu.

Ketiga, belum menentukan sikap ini, bisa jadi PDI-P ingin menegaskan bargaining position mereka kepada para calon kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota seberapa besar kontribusi terhadap partai mereka selama 5 tahun semenjak dukungan diberikan PDI-P kepada calon kepala daerah yang memenangkan Pilkada 5 tahun lalu.

“Saya kira ini merupakan cara strategis untuk menegaskan marwah partai, dan menegaskan partai tidak tergantung pada siapa-siapa,” ujarnya.

Meskipun kondisi demikian sangat memungkinkan akan memunculkan anasir bahwa PDI-P tahun 2020 masih kekurangan kader untuk bertarung realistis dalam konteks berhadap-hadapan dengan incumbent?

“Tetapi kita meyakini, PDI-P akan melihat peluang-peluang kemungkinan menang dalam pertarungan sehingga kepada siapa dukungan itu akan berlabuh. PDI-P tak akan pernah ketinggalan kereta, karena sangat paham soal timing politis," ujarnya.

“Tetapi di pilkada 2020, saya kira publik benar-benar tercengang dengan irama politik yang dimainkan PDI-P ini di saat saat injury time,” ujarnya.

Editor: Fariz Fadhillah