Kalsel

Epidemiolog Ungkap Alasan Banjarbaru Masuk PPKM Level 3

apahabar.com, BANJARBARU – Koordinator Tim Surveilens Epidemiologi Penanggulangan Wabah Corona Virus Disease pada Dinas Kesehatan Kota…

Kota Banjarbaru. Foto: Istimewa

apahabar.com, BANJARBARU – Koordinator Tim Surveilens Epidemiologi Penanggulangan Wabah Corona Virus Disease pada Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, Edi Sampana, mengungkapkan naiknya status PPKM di Banjarbaru dipengaruhi oleh tingkatan transmini komunitas di daerah ini yang berstatus tingkat tiga.

Transmisi ini jelas Edi dilihat dari tiga aspek. Semisal dari kasus konfirmasi, kasus rawat inap hingga kasus kematian atau wafat. Semuanya dinilai dalam persentase per 100 ribu penduduk.

“Untuk kasus konfirmasi per 100 ribu penduduk kita itu ada 79,97 orang dalam satu pekan terakhir. Ini masuk kategori cukup tinggi, atau tingkat tiga,” jelasnya pada Rabu (16/2).

Padahal idealnya, kasus konfirmasi ini terangnya harus di kategori 1. Yang mana kategori minimal angka kasus baru di Banjarbaru maksimal harus kurang dari 57 orang perpekan.

Selain kasus baru, angka pasien rawat inap di rumah sakit, kata Edi juga memengaruhi assesmen pusat. Saat ini, dari datanya ada 5,36 orang sehari per 100 ribu penduduk yang harus dirawat inap dalam satu pekan terakhir.

“Memang tidak terlalu tinggi tapi tetap belum ideal, karena ini masih kategori dua,” katanya.

Idealnya, Edi bilang dalam satu pekan itu kasus rawat inap maksimal hanya 14 orang saja.

“Kita masih belum di angka tersebut,” paparnya.

Kemudian di aspek kasus yang wafat, Kota Banjarbaru satu pekan terakhir ujar Edi masuk dalam kategori tingkat dua.

Artinya kategori ini masih belum bisa memenuhi kategori ideal. Yang mana, per 100 ribu penduduk, kasus wafat di Kota Banjarbaru ada empat orang meninggal perpekannya.

Sedang untuk mencapai kategori ideal, maksimal dalam satu pekan itu sebutnya hanya ada dua yang wafat. Atau minimal bisa masuk kategori dalam empat hari hanya ada satu orang yang wafat.

“Tentunya bagus lagi kalau tidak ada sama sekali kasus wafatnya,” tegasnya.

Lantas bagaimana dengan kemampuan Kota Banjarbaru dalam upaya menurunkan status kategori tersebut? Sejauh ini, Banjarbaru sebut Edi masih berada di tahap kategori terbatas dalam hal upaya merespons kasus ini.

Kategori terbatas itu bukan tak beralasan. Aspek penilaian penanganan ujarnya beracuan pada Testing, Tracing serta Treatmen.

Untuk testing, kapasitas respons Kota Banjarbaru masuk kategori sedang. Hal ini dipicu angka positivity rate Banjarbaru yang dalam satu pekan terakhir masih di angka 5,63 persen.

“Jika mau ideal dan masuk kategori memadai maka harus kurang dari 5 persen,” terangnya.

Dan jika dirata-ratakan maka dari 100 yang dites hanga empat orang saja yang statusnya positif.

Selain testing, untuk sektor Tracing Kota Banjarbaru mendapat kategori kapasitas respons terbatas.

Penyebabnya dijelaskan Edi bahwa rasio kontak erat per kasus konfirmasi dalam satu pekan terakhir cuma 2,40 kasus.

“Idealnya atau agar bisa masuk kapasitas respons memadai itu harus di atas 14. Jadi masih cukup jauh untuk kapasitas respons tracing kita,” jujurnya.

Terakhir, di aspek treatmen, kategori kapasitas respons Kota Banjarbaru adalah memadai. Hal ini sangat dipengaruhi oleh angka Bed Occupancy Ratio (BOR) di rumah sakit.

“BOR rumah sakit kita dalam satu pekan terakhir sudah di bawah 60 persen sebagai acuan kategori ideal. Sekarang BOR kita di angka 37,38 persen,” tuntasnya.