Kalsel

EKSLUSIF: Blakblakan Nurcholish, “Penghulu Liar” Nikah Beda Agama di Banjarmasin

apahabar.com, BANJARMASIN – Belakangan waktu ini, namanya mendadak viral di kalangan warga Kalimantan Selatan karena menikahkan…

Belakangan waktu ini, nama Ahmad Nurcholish mendadak viral di kalangan warga Kalimantan Selatan. Sosok satu ini menjadi dalang di balik pernikahan beda agama di Hotel Tree Park Banjarmasin, Minggu 15 Desember 2019 kemarin. Foto: BBC

apahabar.com, BANJARMASIN – Belakangan waktu ini, namanya mendadak viral di kalangan warga Kalimantan Selatan karena menikahkan pasangan beda agama di Banjarmasin.

Sosok satu ini menjadi dalang di balik pernikahan beda agama di Hotel Tree Park Banjarmasin, Minggu 15 Desember 2019 kemarin.

Anda masih ingat dengan pernikahan yang dianggap kontroversi itu?

Ya, seorang pria berinisial RY berumur kurang lebih 30 tahun, beragama Islam. Sementara, sang mempelai wanita DA (25) beragama Kristen Protestan.

Keduanya bersatu dalam untaian pernikahan yang difasilitasi oleh seorang bernama Nurcholish.

Selain beda agama, yang bikin warganet, termasuk Kantor Urusan Agama setempat geram ialah prosesi akad pernikahan keduanya yang menggunakan kepercayaan masing-masing.

Usai akad secara Islam, kedua mempelai melakukan pemberkatan. Dari sana, keduanya dianggap telah sah menjadi suami istri. Sejurus itu, kabar pernikahan keduanya menyebar di dunia maya.

Dari pemberitaan itu, beragam respons pembaca bermunculan. Banyak yang mengecam. Termasuk KUA, dan kantor kementerian agama setempat. Mereka menyebut Nurcholish sebagai penghulu liar.

Apa yang Nurcholish lakukan dianggap berbenturan dengan norma agama dan undang-undang perkawinan. Maka pernikahan kedua pasangan itu dianggap tak sah.

Setelah pemberitaan pada 23 Desember itu viral, apahabar.com mencoba menelusuri jejak Nurcholish. Salah satunya, lewat aplikasi Facebook (FB).

FB dinilai sebagai media yang tepat untuk menjangkau Nurcholish yang notabene bukan orang Banua, sebutan Kalsel itu. FB juga salah satu media Nurcholish untuk membuka konseling serta fasilitas nikah beda agama.

apahabar.com pun melayangkan pesan singkat ke FB Nurcholish, namun sayang tak kunjung direspons.

Lewat penantian yang lumayan panjang, Nurcholish akhirnya merespons pesan apahabar.com pada Sabtu (4/1) malam tadi.

“Ya alaikum salam warahmatullah, maaf baru mengecek inbox [kotak masuk pesan Facebook],” ujar Nurcholish.

Sejurus itu, Nurcholish memberikan nomor whatsapp-nya. Obrolan dengan Nurcholish berlanjut ke wawancara via telepon.

Nurcholish menyebut dirinya sebagai konselor atau penasehat pasangan beda agama. Peran ini diambilnya setelah melihat banyak warga Indonesia yang memiliki perbedaan keyakinan, namun memiliki rasa cinta untuk dipersatukan.

Telah banyak dari pasangan berbeda keyakinan dibantu olehnya untuk dapat bersatu dalam untaian pernikahan.

Di tangan alumni program pascasarjana (S-2) di Universitas Muhammadiyah Jakarta ini, pasangan beda agama bisa tetap menikah. Tetap pada agamanya. Tidak ada yang harus pindah agama.

Dengan dua prosesi keagamaan sekaligus. Misal, akad nikah dan pemberkatan jika pasangan Islam dan Kristen. Dilanjutkan dengan pencatatan sipil di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS). Entah di DKCS mana. Yang pasti Nurcholish menjamin itu. Seperti yang dilakukannya pada RY, dan DA, dua pasangan beda agama di Kalsel itu.

Menurutnya, nikah beda agama di Indonesia masih jadi problem laten yang belum juga mendapat solusi dari negara.

Selalu saja, ujarnya, para calon pasangan nikah beda agama menghadapi masalah ketika hendak melangsungkan pernikahan, termasuk RY dan DA.

Entah itu penghulu yang harus menikahkan, pendeta yang harus memberikan pemberkatan, hingga kantor pencatat perkawinan mana yang mau mencatat pernikahannya.

Nurcholish bercerita, mulanya ia bersinggungan dengan nikah beda agama ketika hendak menikahi seorang perempuan Konghucu. Muncul reaksi keras dari pimpinan masjid tempat ia beraktivitas.

Nurcholish bergeming. Ia tetap menikahi perempuan Konghucu itu. Dulu, kata dia, pernah ada Yayasan Paramadina yang memberikan konseling serta fasilitasi nikah beda agama.

Tetapi sejak medio 2005 karena satu dan lain hal, program layanan masyarakat itu ditiadakan. Pun dengan Wahid Institute, lembaga yang konon didirikan oleh KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Lembaga ini disebut pernah sekali “menikahkan” pasangan beda agama. Tetapi, entah karena apa, program tersebut kemudian juga seumur jagung.

Lalu, medio 2005 lembaga interfaith (antar-agama) Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) mengambil peran itu. Program konseling untuk para calon pasangan nikah beda agama dibuka.

Saat itu, LSM Pusat Studi Agama dan Perdamaian ini dianggap paling cocok menangani nikah beda agama. Maka sejak November 2005, ICRP membuka program Konseling dan Advokasi Keluarga “Harmoni”.

Nurcolish aktif sejak 2001 dan ditunjuk menjadi koordinator ICRP. Mulai April 2005 sampai Desember 2007, Nurcolish lewat ICRP telah memfasilitasi 50-an pasangan beda agama menikah.

Namun, karena satu dan lain hal pula, secara resmi ICRP juga menutup program yang dinilai masih dibutuhkan oleh pasangan beda agama Indonesia ini. Meski ICRP sudah tak ada lagi, Nurcholish tetap melayani konseling, advokasi, dan fasilitasi nikah beda agama.

Pada 2015, Nurcholish sudah menikahkan lebih dari 630-an pasangan beda agama. Dan hingga akhir 2019 lalu, tercatat sudah 1.073 pasangan beda agama dibantu menikah olehnya.

Meski praktik ini dianggap bertentangan dengan kepercayaan dan keyakinan agama masing-masing yang dianut dan dilindungi negara Indonesia. Pernikahan beda agama tetap dilaksanakan dengan beberapa landasan, baik itu hukum maupun agama.

Tudingan Penghulu Liar

Oleh KUA tempat di mana Nurcholish menikahkan DA dan Ry, ia dianggap sebagai penghulu liar. Foto: Youtube/BBC

Pria asal DKI Jakarta ini adalah aktivis LSM Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP), dikenal sebagai pendamping dan penasehat pasangan beda agama.

Bermula di 2003 saat dirinya mengalami diskriminasi atas pernikahan beda agama antara dirinya yang beragama Islam dengan istrinya yang beragama Konghucu itu, Ang Mei Yong. Setahun kemudian, Nurcholish membantu pasangan beda agama yang ingin menikah.

Meski dituding sebagai penghulu liar, Nurcholish kukuh berkeyakinan terhadap argumen yang ia pegang.

“Yang pertama saya bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), apalagi bekerja di dalam KUA, kebetulan saya adalah penasehat bagi pasangan beda agama yang memiliki keinginan untuk menikah, dan memang mereka ini tidak bisa menikah melalui KUA,” ujarnya.

Nurcholis beranggapan apa yang dilakukannya bentuk pemenuhan hak sipil warga negara, seperti tertuang dalam pasal 28 UUD 1945. Dari sana, ia berkeyakinan hak-hak warga negara itu harus terpenuhi dan dilindungi negara.

“Kami hadir mengisi keinginan mereka yang berbeda keyakinan untuk dapat menikah. Ini adalah keinginan pasangan tersebut,” ucapnya.

Kendati begitu, Nurcholish merasa warga negara mesti dilindungi hak dalam berkeyakinan sesuai UU Nomor 39/1999 tentang HAM.

“Hak untuk melangsungkan perkawinan dijamin dalam kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik dengan tujuan untuk melindungi hak setiap orang dan perlindungan keluarga,” terangnya.

Kata dia, ketentuan-ketentuan kovenan hak sipil dan politik telah diadopsi ke dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (1). Ditegaskan setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

Aturan itu, kata dia, kemudian dikuatkan oleh jaminan hak kebebasan untuk memilih calon suami dan calon isteri.

Teologis Nikah Beda Agama

Kepada calon pasangan menikah beda agama, Achmad Nurcolish selalu menekankan agar mereka memperkuat mental. Tantangan terbesar pasangan nikah beda agama adalah penghakiman, bahkan dari lingkaran keluarga dan masyarakat. Foto: BBC

Dalam Islam, menurut Nurcholis, nikah beda agama memiliki tiga pandangan. Pertama, jelas dilarang. Kedua, sebagian ulama memperbolehkan dengan syarat. Dan ketiga, dibolehkan.

“Saya sendiri menganut teologis yang kedua dan ketiga, di mana setiap pasangan boleh menikah meski berbeda agama,” tuturnya.

Nurcholish mafhum kalangan masyarakat Islam sekarang hanya memandang pada hal tidak memperbolehkan.

Bahkan diakuinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa melarang pernikahan beda agama.

Namun Nurcholish memandang beda sikap MUI tersebut yang dianggap hanya mewakili satu dari tiga interpretasi.

“Yang pertama, melarang secara mutlak laki-laki maupun perempuan menikahi pasangan non-muslim, yang kedua membolehkan bersyarat. Dan saya ada di nomor dua dan tiga yang memperbolehkan bersyarat maupun memperbolehkan,” ungkap Gusdurian yang pernah menuliskan buku tentang Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gus Dur.

Di akhir wawancara, Nurcholish mengutip sepenggal ayat dari Surat Al-Maidah, "Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Alkitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal pula bagi mereka.

(Dan dihalalkan menikahi perempuan) yang menjaga kehormatannya dari perempuan-perempuan beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya dari orang-orang yang diberi Alkitab sebelum kalian, bila kalian telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.

Barang siapa yang ingkar setelah beriman, maka hapuslah amalnya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi."

Reporter: Ahya FirmansyahEditor: Fariz Fadhillah