News

Ekonom INDEF: Kenaikan Harga BBM Subsidi, Picu Kenaikan Pengangguran dan Kemiskinan

apahabar.com, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra P.G. Talattov menilai…

Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra P.G. Talattov. Foto: Dok. Pribadi

apahabar.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra P.G. Talattov menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi memiliki dampak cukup serius terhadap ekonomi terutama menyebabkan terjadinya inflasi di Indonesia.

Menurutnya inflasi terjadi bukan hanya terhadap komponen pengeluaran bahan bakar, melainkan secara langsung dalam jangka pendek akan berdampak terhadap sektor transportasi, baik angkutan umum maupun transportasi angkutan logistik.

"Jadi jumlah penduduk miskin di Indonesia bisa meningkat karena pertama inflasi yang naik tadi secara otomatis akan mengangkat level garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang naik, pengeluaran yang meningkat, tidak dibarengi dengan pendapatan masyarakat relatif stagnan," terang Abra saat dihubungi apahabar.com, Selasa (6/9/2022).

Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF ini juga menerangkan dampak atau risiko paling signifikan yang ditimbulkan dari kenaikan BBM adalah bertambahnya pengangguran serta meningktnya jumlah kemiskinan.

Sektor-sektor lain tentu mendapatkan imbas juga walaupun sifatnya tidak secara langsung atau dalam jangka pendek, seperti sektor perdagangan. Kenaikan harga logistik dan distribusi barang, nantinya akan bisa memicu kenaikan harga barang, bukan hanya produksinya tapi biaya distribusi juga akan meningkat.

"Kenaikan harga barang-barang di pasar tidak terkecuali retail, itu juga kan akan bisa mengerem laju konsumsi dari masyarakat sehingga sektor perdagangan juga menjadi salah satu sektor yang terdampak kenaikan inflasi," ucap Abra.

Ia juga menerangkan sektor lain dari kelompok masyarakat atau kelompok pekerja seperti petani dan nelayan juga akan terdampak dalam hal daya beli yang menurun. Hal tersebut juga akan berdampak karena pendapatan petani dan pekerja yang juga akan menurun di tengah kenaikan harga-harga barang.

"Dalam jangka menengah, inflasi juga tidak hanya terjadi sekali tetapi ada resiko terjadi inflasi gelombang kedua sampai ketiga ini akan merembet ke kenaikkan harga produksi barang dari industri manufakur," imbuhnya.

Abra menambahkan kenaikan biaya energi, disusul kenaikan bahan baku berpotensi menyebabkan kenaikan biaya distribusi. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya kenaikan biaya jual barang produk industri manufaktur. Ketika harga produksi meningkat, maka respons konsumen akan berpengaruh pada daya beli.

Akibatnya, omset penjualan dari barang-barang manufaktur berkurang. Dengan begitu, dunia usaha sektor riil dari industri manufaktur berpotensi akan melakukan pengurangan kapasitas produksi. Salah satunya dengan dibarengi rasionalisasi tenaga kerja dengan cara dilakukannya terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Kepada para pekerja di sektor industri manufaktur artinya secara tidak langsung dan secara jangka menengah kenaikan harga BBM ini bisa memicu terjadinya PHK di sektor industri manufaktur dan terakhir dampak paling ujung atas kenaikan harga BBM ini mendorong meningkatnya tingkat kemiskinan," pungkasnya.

Reporter: Resti