Dukung Pencapaian Target, DPPPAKB Kalsel Perkuat Sinergi Gugus Tugas KLA Batola

Memperkuat koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar Gugus Tugas Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Pelaksanaan advokasi KLA Klaster IV yang diselenggarakan DPPPAKB Kalsel bersama DPPKBP3A Batola di Aula Selidah, Marabahan, Selasa (30/9). Foto: bakabar.com/Bastian

bakabar.com, MARABAHAN - Memperkuat koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar Gugus Tugas Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan KB (DPPPAKB) Kalimantan Selatan menggelar advokasi KLA Klaster IV di Barito Kuala (Batola), Selasa (30/9).

Sesuai indikator Klaster IV yang mencakup pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya, advokasi diikuti instansi terkait seperti Kantor Kementerian Agama, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. 

Sementara organisasi yang mengikuti antara lain TP PKK, Gabungan Organisasi Wanita (GOW), Dharma Wanita Persatuan (DWP), Ikatan Adhyaksa Dharmakarini, dan Forum Anak Daerah (FAD). 

Selain memperkuat koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi, adkovasi tersebut juga menegaskan komitmen Pemkab Batola untuk mencapai level KLA yang lebih tinggi.

"KLA tidak bisa dilakukan sendiri oleh Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) maupun Bappelitbang," tegas dr Azizah Sri Widari, Kepala DPPKBP3A Batola.

"InsyaAllah kerja sama seluruh pihak terkait di Batola sudah bagus. Mudahan kedepan lebih bagus lagi dan Batola berhasil naik kelas dari madya menjadi nindya," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, terungkap bahwa hasil penilaian pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya di Batola baru mencapai 85,27 persen.

Meski bukan yang terendah, capaian itu masih belum memuaskan, terutama dengan target naik kelas dari madya menjadi nindya.

"Ditemukan beberapa indikator yang masih kurang, khususnya keterbatasan layanan pendidikan di lembaga pengasuhan alternatif," jelas Ahmad Budiansyah dari Bappelitbang Batola.

Kekurangan tersebut disarankan harus ditindaklanjuti melalui kolaborasi DPPKBP3A, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

"Memang pemenuhan sejumlah kekurangan tersebut tidak semuanya dapat diakomodasi APBD. Makanya diperlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan dunia usaha," imbuh Budiansyah.

Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Batola 2025-2030, terdapat beberapa indikator yang relevan dengan Klaster IV KLA.

Sebut saja Indeks Pendidikan dengan target 66,40, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi 75,5, persentase atlet yang masuk pelatda provinsi menjadi 25 persen, dan peningkatan prestasi olahraga.

Kemudian peningkatan jumlah sanggar seni dari 20 menjadi 50, peningkatan nilai gemar membaca masyarakat menjadi 78, dan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) mencapai 86.

"Namun demikian, banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya kesenjangan akses pendidikan di pelosok. Kemudian kekurangan fasilitas publik ramah anak di beberapa kecamatan," tukas Budiansyah.

"Selanjutnya keterbatasan anggaran dan kolaborasi lintas sektor, serta dampak gawai dan media digital dalam pemanfaatan waktu luang," imbuhnya.

Sementara Kepala DPPPAKB Kalsel Hj Husnul Hatimah, melalui Kasi Pemenuhan Hak Pendidikan dan Pengasuhan Rahmawati mengapresiasi peran aktif organisasi wanita dalam pemenuhan indikator-indikator KLA di Batola.

"Tentunya peran organisasi wanita juga penting, karena bisa mengimplementasikan berbagai program hingga akar rumput melalui kader-kader," beber Rahmawati.

DWP menjadi salah satu organisasi wanita yang aktif di Batola. Setidaknya dalam lima tahun terakhir, mereka membentuk dan membina grup maulid habsyi anak-anak.

Kemudian memberikan bantuan kepada anak TK binaan berupa alat permainan edukatif dan buku cerita, serta penyuluhan kepada pelajar terkait pencegahan perkawinan anak, reproduksi sehat, pengenalan stunting dan gizi seimbang.

Dalam kesempatan tersebut, Rahmawati juga mendorong peningkatan Sekolah Ramah Anak (SRA). Selain memiliki bobot nilai yang tinggi, pendidikan juga merupakan fondasi perkembangan anak.

"Tentunya SRA tidak sekadar nama, tetapi benar-benar menjadi sekolah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif, dan nyaman untuk perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak, termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus atau layanan khusus," tutupnya.